TEMPO Interaktif, Berlin - Mantan Presiden Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, mendukung aksi unjuk rasa yang digelar rakyat Mesir. Dia menyebut unjuk rasa itu membumi dan sangat penting. “Saya berada di pihak demonstran,” kata peraih Nobel Perdamaian berusia 80 tahun itu di Berlin, Jerman, Selasa, 22 November 2011.
Komentar itu dia sampikan berkaitan dengan bentrokan yang terjadi selama tiga hari berturut-turut di Kairo antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan. Para demonstran meminta “revolusi kedua” untuk menekan para jenderal, yang mereka nilai gagal menstabilkan negara, menyelamatkan ekonomi, atau menciptakan demokrasi sejak Presiden Husni Mubarak lengser.
Secara lebih luas Gorbachev mengatakan para pemimpin di jazirah Arab kini menghadapi tuntutan menegakkan demokrasi karena mereka telah berkuasa terlalu lama dan menciptakan situasi yang di dalamnya suara rakyat tidak didengar.
“Jelas sekali tidak ada seorang pun yang memprovokasi mereka. Konflik ini muncul secara tak terduga,” kata Gorbachev. “Sesuatu sedang dibangun. Itu berarti demokrasi tidak benar-benar berjalan.”
Namun, kata dia, tidak ada model tunggal untuk menyelesaikan masalah di wilayah itu. “Masing-masing negara memiliki sejarah, budaya, dan pengalamannya sendiri. Anda tidak bisa mengabaikan itu semua,” kata Gorbachev.
Dia sedang berada di Berlin untuk mengumumkan kota itu akan menjadi tuan rumah pemberian The Mikhail Gorbachev Award pada Maret 2012. Penghargaan ini diberikan kepada orang yang membawa perubahan pada dunia.
Gorbachev dikenal dengan kebijakan perestroika dan glasnost, yang membawa perubahan di Uni Soviet dan bangkrutnya komunisme di negeri itu pada 1991. Dia mengatakan demokrasi di Rusia saat ini menghadapi masalah dengan Vladimir Putin, yang menjadi presiden selama dua periode sebelum menjadi perdana menteri. Putin mencalonkan lagi dalam pemilihan presiden pada tahun depan.
“Tidak penting apakah itu sesuai dengan aturan, tapi pada dasarnya itu melukai prinsip-prinsip demokrasi,” ujarnya.
SAPTO YUNUS | AP