TEMPO Interaktif,MANILA -Kerabat 57 korban pembantaian terburuk dalam sejarah politik Filipina menggugat mantan presiden Gloria Macapagal-Arroyo. Gugatan senilai 15 juta peso atau Rp 3,1 miliar ini didaftarkan sehari sebelum peringatan dua tahun insiden berdarah tersebut.
Menurut kuasa hukum korban, Harry Roque, gugatan ini diajukan karena Arroyo dinilai mendukung dan mempersenjatai otak pembantaian, yakni mantan Gubernur Maguindanao Andal Ampatuan Senior serta anaknya, Ampatuan Jr.
"Dia memberi jalan bagi keluarga Ampatuan untuk melakukan tindakan keji ini. Seharusnya dia dapat mencegah niat busuk Ampatuan," kata Roque kepada kantor berita AFP. Ampatuan adalah sekutu Arroyo di kawasan selatan Filipina yang mayoritas warganya muslim.
Meski tidak memerintahkan pembantaian, ujar Roque, Arroyo--yang saat itu menjabat sebagai presiden--melegitimasi milisi Ampatuan dan memberikan dana serta restu politik. Pasca-pembantaian, Arroyo langsung mengeluarkan Ampatuan dari keanggotaan partainya.
Juru bicara Arroyo, Raul Lambino, menegaskan, tuntutan terbaru ini sebagai bagian dari konspirasi untuk menghancurkan kredibilitas perempuan 64 tahun itu. "Kami sangat sadar ini adalah upaya untuk menekan Arroyo," ucap Lambino.
Jaksa telah menuntut Ampatuan Senior sebagai otak pembunuhan massal di kawasan para korban yang terdiri atas lawan politik Ampatuan, keluarga, hingga 32 jurnalis dibantai oleh 100 pembunuh suruhan Ampatuan dalam iring-iringan kendaraan menuju tempat pendaftaran pemilu di Maguindanao.
Gara-gara Ampatuan pula, Arroyo terseret masalah hukum. Ia ditahan di rumah sakit sejak Jumat lalu dengan tuduhan memerintahkan Andal Ampatuan Sr dan mantan komisi pemilihan umum untuk melakukan kecurangan, sehingga ia terpilih pada pemilu 2007, dua tahun sebelum pembantaian. Akibat tuntutan tersebut, Arroyo diancam hukuman seumur hidup.
| AP | CHANNEL NEWS ASIA | ABS-CBN | SITA PLANASARI A.