TEMPO Interaktif, Manila - Nasib sial menimpa mantan Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo. Setelah tudingan korupsi dan mencurangi pemilu, Arroyo bahkan ditangkap di tengah upayanya ke Singapura untuk mencari perawatan medis.
"Ia sekarang di bawah pengawasan kami, dalam tahanan kami," kata Superintendent Franklin Bucavu, Kepala Distrik Kepolisian Selatan, pada keterangan singkat pers di luar rumah sakit St Luke, Manila, Jumat malam, 18 November 2011.
"Surat perintah penangkapan telah dijalankan. Kami telah berusaha membacakan hak-haknya, tapi pengacaranya telah melepaskan hak itu karena kondisinya. Ia tersenyum kepada kami dan telah memperkirakannya."
Surat perintah penangkapan telah dikeluarkan awal hari ini, tepat setelah pemerintah kehilangan upaya untuk membalikkan keputusan Mahkamah Agung yang memperbolehkan Arroyo melakukan perjalanan ke luar negeri. Arroyo membantah telah melakukan perbuatan salah.
Polisi mengatakan keluarga Arroyo, pengacaranya, dan beberapa anggota kabinetnya berada di sisinya ketika surat perintah penangkapan tersebut dilaksanakan. Fotonya akan diambil dan dipesan akan dilakukan pada akhir pekan.
"Kami telah menempatkan dua pejabat polisi di luar kamarnya dan ada lagi beberapa pejabat di sana untuk melindungi," kata Bucavu, yang menambahkan bahwa mantan presiden itu mengenakan penahan leher ketika surat perintah itu dilaksanakan. "Ia hanya mengangguk dan tak mengatakan satu kata pun."
Para pemimpin militer dan polisi berjanji mempertahankan hukum dan ketertiban, mengesampingkan rumor mengenai kerusuhan dalam barisan mereka. "Ini kemenangan nyata pengadilan," kata Menteri Kehakiman Leila de Lima.
Seperti dilaporkan Reuters, Presiden Benigno Aquino dan pemerintahnya telah lama menuduh Arroyo melakukan korupsi selama dua masa jabatannya, 2001-2010, meski hingga Jumat kemarin pemerintah belum mendakwanya secara resmi.
Surat perintah penangkapan itu dilaksanakan terhadap Arroyo yang berusia 64 tahun pada pukul 18.30 waktu setempat di rumah sakit tempat ia dirawat sejak Selasa malam setelah upayanya meninggalkan negaranya gagal.
Pemerintah telah menghentikannya di Bandara Manila, menduga ia berupaya menghindari penyelidikan dan kemungkinan penuntutan.
Mahkamah Agung telah menegaskan kembali keputusan untuk mencabut larangan melakukan perjalanan. Putusan itu memaksa Arroyo dan suaminya mengambil penerbangan siang hari yang direncanakan ke Singapura. Namun gagal.
Presiden Benigno Aquino telah berkampanye tahun lalu untuk memerangi korupsi dan menuntut mereka yang bertanggung jawab atas hal itu. Ia memperoleh dukungan yang besar setelah dua pemerintahan runtuh karena tuduhan melakukan pelanggaran itu.
Ia berjanji, khususnya, akan memburu Arroyo, meski Mahkamah Agung tahun lalu telah merintangi rencananya membentuk komisi khusus untuk menyelidikinya.
Aroyo telah menuntut pendahulunya, Joseph Estrada, karena korupsi. Bagaimana pun setelah ia menghukum karena penjarahannya dan menjatuhkan hukuman seumur hidup kepadanya, Arroyo memaafkannya. Meski ada hukuman itu, Estrada dapat tempat kedua dalam pemilihan.
WDA | REUTERS | ANT