TEMPO Interaktif, Bengalore - Negara-negara di sekitar Lautan Hindia menyepakati masa depan Lautan Hindia sebagai tanggung jawab bersama. Kesepakatan ini termuat dalam komunike bersama yang diberi nama Komunike Bengalore, sesuai nama kota tempat pertemuan negara-negara yang tergabung dalam Indian Ocean Rim-Association for Regional Co-operation (IOR-ARC) ke-11 di Bengalor, India, Selasa, 15 November 2011 malam.
Menteri Luar Negeri India S.M. Krishna, saat memberikan pengantar Komunike, mengatakan keselamatan pelayaran di Lautan Hindia dari maraknya perompakan menjadi agenda kerja bersama negara peserta di tahun mendatang. Berdasarkan komunike itu, Krishna, yang juga Ketua IOR-ARC, mengatakan negara anggotanya diharapkan bahu-membahu memerangi perompakan. Alasannya, para peserta pertemuan menyatakan lanun mengancam keamanan pelayaran dan keselamatan awak kapal di semenanjung Afrika itu.
Komunike menyerukan negara-negara anggota bekerja sama dalam menghadapi bencana alam, seperti tsunami, badai, banjir, dan pencemaran. Pengalaman setiap negara akan bermanfaat sebagai acuan bagi anggota lainnya.
Pertemuan organisasi yang berdiri sejak tahun 1997 itu sekaligus menyepakati Ocean Regime atau kesepakatan mengelola perairan Lautan Hindia bersama dan berkelanjutan. Kesepakatan ini dianggap menguntungkan nelayan yang menggantungkan hidupnya di perairan tersebut.
Ketua Delegasi Indonesia, Yuni Mumpuni, mendukung penuh hasil kesepakatan yang dihasilkan dalam pertemuan ini. Apalagi Indonesia berada di lautan yang merupakan terluas ketiga di dunia tersebut. "Maka kita sangat berkepentingan dan mendapat manfaat dari organisasi ini," kata penasihat senior di Kementerian Luar Negeri ini.
Menurut Yuni, Indonesia memiliki lebih dari 16 juta nelayan tradisional yang menggantungkan hidup dan keluarga di Lautan Hindia. Karena itu, Indonesia mendukung kesediaan pemerintah Australia menindaklanjuti agenda organisasi ini dengan cara menyelenggarakan Konferensi Kelautan di Perth pada tahun depan. Australia merupakan salah satu anggota organisasi ini.
Menteri Luar Negeri Australia Kevin Rudd mendukung keberadaan IOR-ARC sehingga negaranya menganggap penting bergabung dalam organisasi ini. Rudd, yang ditunjuk sebagai Wakil Ketua IOR-ARC, mengatakan negara dalam organisasi ini memiliki kepentingan sama dalam menumbuhkan rasa aman di lautan tersebut bagi dunia pelayaran. Ia mengingatkan negara yang bergabung untuk secara bersama-sama memandang dari sisi ekonomi yang besar.
Pada pertemuan ke-11, Republik Seycchelles dinyatakan bergabung kembali setelah pada tahun 2003 mengundurkan diri. Selain Indonesia, India, dan Australia, organisasi ini beranggotakan Bangladesh, Iran, Kenya, Madagaskar, Malaysia, Mauntius, Mozambik, Oman, Singapura, Afrika Selatan, Sri Lanka, Tanzania, Thailand, Uni Emirat Arab, dan Yaman. Partner dialog dalam forum pertemuan ke-11 adalah Cina, Inggris, Mesir, dan Prancis.
Selain persoalan lanun dan nelayan, Komunike memuat juga mengenai ragam potensi turisme di antara anggota, kemungkinan kegiatan budaya, serta usaha yang bisa meningkatkan daya saing bidang ekonomi setiap anggota.
RUSTAM FACHRI MANDAYUN (BENGALORE, INDIA)