TEMPO Interaktif, Bogota - Gembong pemberontak Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) Alfonso Cano dibunuh pasukan Kolombia pada Jumat, 4 November 2011. Menurut Kementerian Pertahanan Kolombia, kematian Cano merupakan kemenangan bagi Presiden Juan Manuel Santos.
Meski diperkirakan sulit mengakhiri perjuangan FARC yang telah berlangsung nyaris lima dekade, kematian Cano dinilai bakal melemahkan kesatuan FARC. Menurut pejabat Kementerian Pertahanan Kolombia, belum ada informasi secara terperinci mengenai kematian Cano. Namun pejabat itu memastikan, “Memang benar ia (Cano) tewas.” Cano dikabarkan tewas dalam pertempuran.
Sebelum Cano tewas, perlawanan FARC melemah setelah operasi militer yang disokong Amerika Serikat digelar sejak 2002.
“Kejadian ini membawa kami di ambang kemenangan dan perdamaian agar kami berhenti saling membunuh,” kata tentara berusia 19 tahun, Jorge Cordero, di sebelah utara Bogota.
Kematian Cano, 63 tahun, yang menjadi pemimpin setelah pendiri FARC meninggal dunia pada 2008, merupakan kemenangan strategis bagi Santos. Santos naik ke kursi presiden tahun lalu dengan janji membasmi pemberontak.
Pemerintah Kolombia telah menawarkan hadiah uang untuk informasi mengenai Cano.
Tewasnya Cano terjadi setahun setelah tangan kanannya, Mono Jojoy, terbunuh dalam sebuah serangan di markas mereka.
Mengenai kematian Cano, analisis keamanan independen Alfredo Rangel mengatakan, “Bakal semakin sulit bagi mereka untuk melewati tahun-tahun ke depan.”
“Tidak ada pemimpin dengan ketekunan seperti Cano dan bakal sulit mencari penggantinya. Dalam jangka pendek bakal ada kekosongan kepemimpinan. Ini bukan otomatis menjadi akhir mereka, tapi FARC berada dekat dengan titik akhir,” tutur dia.
REUTERS| KODRAT