TEMPO Interaktif, Johanesburg - Badan Intelijen Afrika Selatan sedang menyelidiki sebuah perusahaan Inggris yang diduga membantu rencana Muammar Qadhafi keluar dari Libya. Menurut seorang intel senior, dinas rahasia juga menyelidiki seorang perempuan di Kenya yang diduga merekrut serdadu bayaran asal Afrika Selatan untuk melancarkan rencana pelarian itu.
Seperti diberitakan The Telegaph, Jumat, 4 November 2011, sebuah perusahaan yang menyediakan petugas keamanan diduga bertindak sebagai agen ganda. Mereka juga membantu NATO menunjukkan posisi konvoi mobil Qadhafi di Sirte yang berujung pada tewasnya bekas pemimpin Libya yang nyentrik itu.
Penyelidikan ini memicu ketegangan hubungan antara London dan Pretoria. Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma beberapa kali bertentangan dengan pihak Barat atas keterlibatan mereka di Libya. Zuma menuding negara-negara Barat memaksakan perubahan rezim secara ilegal.
Sejumlah 50 serdadu bayaran, termasuk 19 warga Afrika Selatan, dilaporkan memasuki Libya dengan perintah menyelundupkan mantan diktator Libya itu menyeberangi perbatasan Niger dari Sirte. Di antara para serdadu itu disebut-sebut anggota tim yang dipimpin bekas perwira pasukan khusus Inggris (SAS), Simon Mann, dalam “kudeta Wonga” untuk menggulingkan diktator Republik Equatorial Guiena, sebuah negara di Afrika Tengah.
Danie Odendaal, bekas anggota kepolisian Afrika Selatan yang ikut dalam misi Libya, mengatakan dia tiba di Sirte sehari sebelum Qadhafi ditangkap. Dia percaya akan menggiring Qadhafi keluar Libya secara diam-diam dengan izin NATO. “Kami semua percaya mereka (NATO) menginginkan dia (Qadhafi) keluar dari Libya,” ujar Odendaal kepada surat kabar Rapport.
Dia mengaku melihat percakapan antara perekrutnya dan Qadhafi. Eks pemimpin Libya itu mengatakan ingin tinggal di tempat yang hangat seperti gurun pasir di Afrika Selatan. Qadhafi mengatakan lebih suka bila tinggal di tenda.
Namun, menurut Odendaal, misi itu gagal total. Dua serdadu bayaran asal Afrika Selatan tewas bersama Qadhafi dan beberapa orang lainnya cedera serius. “Itu pesta pora yang memalukan,” kata Odendaal.
Odendaal dan sejumlah ahli keamanan menduga perusahaan yang menerima kontrak dari Qadhafi “menjual mereka” ke NATO.
SAPTO YUNUS | THE TELEGRAPH