TEMPO Interaktif New York - Ahli waris takhta Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Sultan bin Abdul Aziz, kemarin wafat di Rumah Sakit Presbyterian, New York, Amerika Serikat. Saudara tiri Raja Abdullah bin Abdul Aziz ini wafat di usia 85 tahun akibat kanker usus besar menahun.
Ia bolak-balik berobat ke Swiss, Maroko, dan Amerika sejak divonis menderita kanker pada 2004. "Dengan duka mendalam, Pengawal Dua Masjid Suci Raja Abdullah bin Abdul Aziz menyatakan belasungkawa atas wafatnya Pangeran Sultan saat fajar karena sakit," demikian pernyataan resmi Kerajaan Arab Saudi sebagaimana dilansir televisi Saudi.
Mahkamah Agung juga membenarkan wafatnya Deputi Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan itu. Stasiun televisi Saudi menyelingi siaran rutin kemarin pagi dengan menyiarkan pembacaan Al-Quran yang disertai tayangan gambar Kakbah di Mekah, tempat suci pertama umat muslim.
Seorang diplomat, seperti dikutip kantor berita Prancis, AFP, mengatakan Pangeran Sultan sebenarnya sudah wafat secara klinis sejak sebulan lalu. "Selama ini hidupnya ditopang secara medis," ujarnya. Diperkirakan Pangeran Nayef bin Abdul Aziz, 77 tahun, bakal menjadi calon penerus takhta kerajaan yang kaya akan minyak di Timur Tengah tersebut.
Pangeran Sultan adalah anggota keluarga paling berpengaruh di Saudi. Ia dikenal sebagai satu dari ketujuh Sudairi. Ketujuh Sudairi adalah putra-putra Ibn Saud dari istri yang paling berpengaruh, Hassa binti Ahmad al-Sudairi. Ibn Saud tak lain adalah pendiri Kerajaan Arab Saudi. Putra tertua dari ketujuh anak itu adalah Raja Fahd, yang wafat pada 2005. Fahd kemudian digantikan Abdullah.
Sultan mulai masuk kancah politik di Saudi saat ditunjuk sebagai Gubernur Riyadh serta menjadi Menteri Pertahanan dan Penerbangan pada 1963. Dia otak di belakang modernisasi sistem pertahanan dan Angkatan Bersenjata Arab Saudi. Ia mengucurkan miliaran dolar Amerika Serikat yang membuat Saudi menjadi konsumen persenjataan terbesar di dunia.
Sultan juga berperan penting dalam mengembangkan maskapai penerbangan nasional, Saudia. Ia sangat mendukung hubungan dengan Amerika meski mendapat berbagai tantangan pascaserangan terorisme ke menara kembar gedung WTC di New York pada September 2001. "Putra Mahkota adalah pemimpin yang kuat dan teman baik Amerika selama bertahun-tahun," kata Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton.
Adapun Nayef saat ini menjabat menteri dalam negeri dan memegang kendali atas pasukan keamanan sejak 1975. Sementara Sultan dekat dengan Barat, Nayef diyakini lebih dekat dengan para ulama konservatif aliran Wahabi. Ia sempat jengkel ketika Barat menyebut pelaku pembajak pesawat yang ditabrakkan ke menara WTC warga Saudi.
Nayef juga membantah tudingan milisi yang setia kepada pemimpin Al-Qaidah, Usamah bin Ladin, berkeliaran di Saudi. "Saya tak bisa bilang bahwa operasi telah berakhir," kata Nayef pada April lalu, setelah pasukan keamanan di sana berhasil merobohkan 15 tersangka teroris.
Walhasil, ia pun menjadi sasaran kemarahan kelompok militan. Nayef, yang ketika Sultan sakit pada 2009 diangkat menjadi Deputi Perdana Menteri II, kerap menjadi ganjalan bagi reformasi yang digelar Raja Abdullah. Ia semisal menentang perempuan mengemudi di Saudi. "Terlalu dini," ujar calon penerus Raja Abdullah yang berusia 90 tahun--yang baru saja menjalani operasi punggung awal Oktober lalu.
Pemakaman Pangeran Sultan dijadwalkan berlangsung pada Selasa nanti setelah jenazahnya dipulangkan dari New York. Generasi pemimpin Saudi kini rata-rata berusia 70-80 tahun.
AP | GUARDIAN | REUTERS | ANDREE PRIYANTO