TEMPO Interaktif, YANGON - Pemerintah Myanmar segera membebaskan lebih banyak lagi tahanan politik. Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (Assistance Association for Political Prisoners/AAPP), total tahanan politik sekitar 2.000 orang dan pemerintah baru membebaskan sekitar 200 orang.
"Mengapa tahanan yang tersisa tetap di penjara, sementara yang lainnya telah dibebaskan? Saya tidak melihat ada alasan untuk itu," kata Ko Ko Hlaing, penasihat Presiden Myanmar Thein Sein, kepada Reuters, Rabu 19 Oktober 2011.
Hanya, Hlaing tidak sependapat dengan jumlah tahanan politik yang dibebaskan oleh pemerintah Myanmar pekan lalu. Menurut dia, sudah 600 tahanan politik yang dibebaskan. Mereka termasuk di dalam 6.359 tahanan yang mendapat amnesti dan dibebaskan oleh pemerintah.
Penjelasan berbeda disampaikan oleh Hlaing kepada The Irrawady, yang berbahasa Burma, pada Senin lalu. Ia mengaku tidak tahu persis jumlah total tahanan politik dan menyarankan hal itu ditanyakan kepada Menteri Dalam Negeri.
Toe Kyaw Hlaing, aktivis yang menggerakkan petisi untuk membebaskan seluruh tahanan politik, mengatakan ada perbedaan besar antara daftar tahanan politik versi pemerintah dan versi organisasi hak asasi manusia. Kemungkinan, ujarnya, terjadi perbedaan definisi tentang tahanan politik antara pemerintah dan aktivis politik.
Bo Kyi, Sekretaris Gabungan AAPP Burma, mengatakan, organisasinya masih terus mendata tahanan politik di sejumlah penjara dan mereka yang baru-baru ini mendapat amnesti. Hasilnya akan disampaikan kepada publik.
Sebelumnya Ko Ko Hlaing, kepada Tempo di Jakarta, 30 September lalu, menjelaskan, tidak mudah untuk membebaskan seluruh tahanan politik. Alasannya, pemerintah menemukan mereka melakukan kejahatan serius, seperti meledakkan bom, terorisme, pemerkosaan, dan pembunuhan. "Jadi pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal," ujarnya.
Soal jumlah seluruh tahanan politik, menurut Ko Ko Hlaing, Kementerian Dalam Negeri telah mengecek kembali jumlahnya. Dan jumlahnya hanya setengah dari total 2.000 orang seperti pernyataan para aktivis hak asasi manusia.
| REUTERS | IRRAWADY | MARIA RITA