TEMPO Interaktif, Bandung - Konferensi anak dan pemuda internasional Tunza di Bandung berakhir Sabtu ini, 1 Oktober 2011. Hasil konferensi tentang lingkungan itu menghasilkan sejumlah catatan yang diajukan sebagai rancangan Deklarasi Bandung.
Agenda utama konferensi yang berlangsung sejak 27 September 2011 itu membahas bagaimana mempercepat pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan. Banyak peserta yang mendesak agar pekerjaan dari ekonomi hijau itu nantinya bisa memuaskan dan bermanfaat bagi banyak orang, layak, dan berkontribusi terhadap percepatan pembangunan yang berkelanjutan.
Peserta dari Indonesia, Adeline Tiffani Suwana, mengatakan anak-anak bisa menanam pohon, membersihkan sungai dan pantai. "Tapi kita tidak bisa menghentikan industri pencemar sungai dan tidak bisa mendesak industri untuk ramah lingkungan. Kami ingin kebijakan dan hukum yang membuat industri berkelanjutan," katanya.
Adapun Maria Kassabia, perwakilan anak dari Lebanon dan Ghana, mengatakan masalah lingkungan yang parah saat ini adalah pencemaran laut. "Kalau pencemaran tanah masih cukup mudah dibersihkan, kalau laut akan membuat badan kita gatal," ujarnya di sela acara konferensi di Gedung Merdeka, Bandung, Sabtu, 1 Oktober 2011.
Secara khusus, Deklarasi Bandung akan meletakkan komitmen anak dan pemuda untuk rencana aksi berikutnya selama sembilan bulan ke depan hingga pelaksanaan konferensi Bumi tingkat tinggi dunia di Rio de Janeiro, Brasil, pada 4-6 Juni 2012. Komitmen itu berupa lobi ke pemerintah masing-masing peserta agar menjadikan KTT Rio sebagai prioritas utama.
Selain itu, mengadopsi gaya hidup yang lebih berkelanjutan, mendidik masyarakat, dan meningkatkan kesadaran tentang produksi dan konsumsi yang berkelanjutan. Mereka juga diminta mendukung karya para ilmuwan dan pengusaha muda yang berusaha mencari solusi ekonomi hijau.
Konferensi Tunza yang digelar United Nation Environment Programme sejak 27 September-1 Oktober 2011 di Bandung, diikuti lebih dari 1.000 peserta anak dan pemuda dari berbagai negara.
ANWAR SISWADI