TEMPO Interaktif, Tripoli - Dewan Transisi Nasional (NTC), payung pemberontak Libya, mengirim beberapa utusan ke Niger untuk mencoba mencegah Kolonel Muammar Qadhafi dan rombongannya menghindari tuntutan dengan melarikan diri melintasi perbatasan.
Fathi Baja, Kepala Urusan Politik NTC, kemarin menyatakan bahwa Qadhafi sedang menunggu sebuah kesempatan untuk menyelinap melintasi gurun perbatasan. “Kami kembali menyeru semua negara agar tidak menerimanya. Kami ingin orang-orang itu diadili,” ujarnya di Tripoli. “Dia tengah mencari kesempatan untuk kabur.”
Sementara itu, di Niamey, seorang Menteri Niger, Mohamed Annacko, mengatakan mereka memperkirakan gelombang besar masuknya orang-orang Libya, tapi mengatakan bahwa Qadhafi tidak berada di Tanah Air mereka.
Niger mengisyaratkan kemungkinan bersedia memberi sebuah perlindungan yang potensial untuk Qadhafi saat pemberontak mengklaim telah mengepung diktator yang terguling itu. Niamey tidak bakal otomatis menolak suaka bagi Qadhafi sementara atau mencoba mencegah dia dan rombongannya memasuki wilayahnya.
Menteri Luar Negeri Niger Mohamed Bazoum kepada The Daily Telegraph kemarin menyebutkan bahwa Niger tak akan secara aktif mengundang Qadhafi. Tapi dia menambahkan, “Tentu saja dia bisa menyeberang masuk Niger dan kami akan memutuskan apa yang harus dilakukan jika hal itu terjadi. Kami tak mungkin menghentikannya masuk.”
Saat ditanya apakah Niger menutup perbatasannya, Bazoum bilang, “Kami tidak memiliki sarana untuk menutup perbatasan. Itu terlalu luas dan kami hanya punya sarana sangat-sangat kecil untuk itu.”
Burkina Faso dikabarkan telah menawarkan suaka buat Qadhafi pada dua pekan lalu. Tapi seorang juru bicara pemerintah, Selasa lalu, membantah adanya tawaran suaka tersebut.
Presiden Burkina Faso Blaise Compaore kemarin mengatakan tak ada informasi apa pun soal kehadiran pejabat Libya di teritorinya. Dia juga berkali-kali mengatakan, baik Qadhafi maupun siapa pun anggota keluarganya, tak ada yang mencari suaka ke Burkina Faso.
Di Tripoli, Gubernur Bank Sentral Libya yang baru, Qassim Azzuz, menyatakan pemerintahan lama telah menjual sekitar 20 persen--setara dengan 29 ton--cadangan emas negeri itu untuk menggaji pegawai dan militer pemerintah selama pemberontakan. Qassim juga mengatakan tak ada aset-aset bank yang “hilang atau dicuri” selama pergolakan.
Sebelumnya, pejabat Menteri Kesehatan Libya, Naji Barakat, Rabu lalu, menyebutkan bahwa sedikitnya 30 ribu orang tewas dan 50 ribu lainnya terluka dalam perang saudara selama sekitar 6 bulan ini. Angka-angka itu, meskipun tidak lengkap, didasarkan pada jumlah korban dari banyak wilayah dan diperkirakan dari sumber lain.
Kepada The Associated Press, Barakat menyatakan Libya cuma punya sekitar 6 juta jiwa warga. Bila perkiraan jumlah korban itu faktanya tak meleset, artinya bakal menjadi harga yang sangat mahal buat rakyat Libya untuk menjungkalkan Qadhafi.
Yang pasti, pemberontak kini masih memerangi perlawanan para loyalis rezim Qadhafi di Bani Walid, Sabha, dan kampung halamannya di tepi Laut Mediterania, Sirte.
THE TELEGRAPH | AP | VOICE OF AMERICA | DWI ARJANTO