TEMPO Interaktif, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengirimkan utusan misi kemanusiaan ke Suriah, Sabtu, 20 Agustus 2011, yang bertugas menilai situasi di sana setelah Damaskus melakukan kekerasan militer terhadap warga sipil. Kepada PBB, Damaskus berjanji memberikan keleluasaan akses ke mana pun mereka pergi.
Sebelumnya, Amerika Serikat dan negara-negara anggota Uni Eropa menyerukan agar Presiden Suriah Bashar al-Assad mengundurkan diri. Namun permintaan itu tak digubris. Justru sebaliknya, serdadu Suriah merangsek ke beberapa kota untuk menumpas para demonstran. Aksi ini mendapat kecaman dari berbagai negara, termasuk negara-negara Arab, karena telah menelan 2.000 jiwa lebih.
Belakangan, Suriah menyatakan kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon melalui percakapan telepon dan dunia internasional bahwa pasukannya telah menghentikan perburuan terhadap para pengunjuk rasa. Bahkan pernyataan itu disampaikan berkali-kali, namun sulit untuk diverifikasi karena jurnalis independen diusir dari sana.
Duta Besar Suriah untuk PBB, Bashar Ja'afari, mengatakan, "Faktanya, militer dan kepolisian telah menghentikan operasi keamanan di Suriah." Hal yang sama juga telah disampaikan Assad kepada Bas melalui telepon. Lebih lanjut, Ja'afari menuduh Amerika Serikat sedang mengobarkan "perang diplomatik dan kemanusiaan" melawan Suriah bersama dengan anggota Dewan Keamanan PBB.
Organisasi Hak Asasi Manusia yakin sekitar 2.000 orang tewas dan ribuan lainnya ditahan sejak pecah unjuk rasa, Maret, di Suriah. Mereka dihantam pasukan keamanan dengan tank, helikopter, senjata otomatis, serangan kapal laut, serta penembak jitu.
Kepala Urusan Kemanusiaan PBB Valerie Arnos mengatakan misi PBB akan dimulai dengan kunjungan ke Suriah, Sabtu, 20 Agustus 2011. "Kami memperoleh jaminan bahwa kami bisa mengakses ke mana pun akan pergi," ujarnya. Amos menambahkan, tim yang dipimpinnya akan konsentrasi pada tempat-tempat yang menjadi pusat perlawanan.
BBC | CA