TEMPO Interaktif, Pemerintah Suriah tetap pada sikap kerasnya kendati Amerika Serikat bersama negara-negara Barat dan Arab mengecam aksi kekerasan terhadap rakyat tak berdosa. Pasukan militer Suriah tak hanya membombardir kota-kota lainnya. Mereka kini terus menggempur Latakia selama tiga hari berturut-turut.
Akibat gempuran itu, tiga orang dilaporkan tewas disusul pengusiran terhadap ribuan warga kota pantai itu oleh pasukan militer. Mereka dipaksa meninggalkan rumah masing-masing, termasuk para pengungsi Palestina.
Sejumlah warga mengatakan kepada Al Jazeera, Senin, 15 Agustus 2011, serdadu Suriah menggunakan senjata otomatis dan tank untuk menggempur Latakia. Selanjutnya, pasukan keamanan mengumpulkan seluruh warga di stadion olah raga agar tak melarikan diri.
Juru bicara Lembaga Pengungsi PBB untuk Palestina, Chris Gunnes, mengatakan 5.000 hingga 10 ribu warga Palestina di kamp pengungsi di kawasan Kota al-Ramel meninggalkan kamp penampungan karena tempat mereka berlindung diamuk senjata serdadu pemerintah.
"Pada pukul 01.00 dini hari, militer menginstrusikan seluruh warga yang tinggal di selatan Latakia meninggalkan tempat," lapor wartawan Al Jazeera, El-Shamayleh, dari perbatasan Suriah-Yordania, di wilayah Yordania.
Menurut sejumlah aktivis, banyak warga meninggalkan jantung kota, sementara yang lainnya ditahan oleh pasukan Suriah. "Mereka naik bus menuju stadion olah raga dan sebagian lainnya ditangkap," kata El-Shamayleh.
Untuk meredam gejolak yanag telah merengut tak kurang dari 2.000 nyawa, Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Dovutoglu, Senin, 15 Agustus 2011, menyerukan agar Suriah segera menghentikan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri. Menurutnya, kekerasan harus diakhiri secepatnya tanpa syarat.
Selain Turki, Raja Saudi Abdullah tak kalah lantang meminta Suriah menghentikan pembunuhan terhadap warga sipil. Bahkan, negeri petrodolar ini telah menarik pulang duta besarnya dari Damaskus. Sikap ini disusul oleh negara Arab lainnya, Kuwait dan Bahrain.
AL JAZEERA | CA