TEMPO Interaktif, Petaling Jaya - Baru memasuki hari kedua, proses pemberian amnesti untuk buruh migran haram--sebutan buruh migran tanpa izin atau ilegal di Malaysia--sudah menuai kendala. Sejumlah mesin pemindai biometrik yang digunakan untuk mengambil sidik jari hampir 2 juta pekerja haram ternyata tidak berfungsi. Kejadian itu tidak hanya berlangsung di sejumlah agen yang ditunjuk di Pusat Bandar Damansara, tapi juga di Departemen Imigrasi Malaysia.
Sebagian mesin tidak dapat mengakses sistem pendaftaran dan pemberdayaan orang asing nasional karena kata kuncinya tidak benar dan perangkat lunaknya yang tidak kompatibel. Akibatnya, kata Presiden Asosiasi Agen Tenaga Kerja Wanita Asing Malaysia Jeffrey Foo, kejadian ini membuat banyak pekerja haram di Klang Valeey pulang setelah diberi tahu sistem tidak berfungsi.
Baca Juga:
"Saya menerima banyak panggilan dari anggota yang mengeluh mereka tidak dapat meregistrasi pekerja haram mereka," kata Foo kepada The Star, Selasa 2 Agustus 2011. Para agen juga cemas kendala ini menyebabkan mereka tidak dapat menutupi biaya peminjaman mesin dan biaya tambahan lainnya yang mereka keluarkan. Foo juga mempertanyakan keputusan pemerintah tidak memberlakukan biaya di kantor Imigrasi.
Pemerintah Malaysia menjalankan program amnesti atau pemutihan buruh migran untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja bidang informal seperti sektor perkebunan, konstruksi, dan pembantu rumah tangga. Juga untuk memudahkan pelacakan terhadap mereka. Program ini diluncurkan Senin, 1 Agustus 2011, di seluruh Malaysia.
Guna melancarkan program, Kementerian Dalam Negeri Malaysia menunjuk 336 agen untuk membantu mendaftar pekerja haram mereka. Tapi mereka harus menyewa sendiri sedikitnya dua mesin pemindai sidik jari biometrik. Biaya sewa 8.750 ringgit (Rp 24,9 juta) per bulan termasuk biaya deposit yang akan dikembalikan sebesar 6.000 ringgit (Rp 17 juta).
Baca Juga:
ASIAONE | SUNARIAH