TEMPO Interaktif, Wali Kota Kandahar, Ghulam Haidar Hamidi, tewas setelah seseorang melakukan bom bunuh diri yang disembunyikan di dalam surbannya, Rabu, 27 Juli 2011.
Menurut juru bicara Gubernur Provinsi Kandahar, Zalmay Ayoubi, pelaku sengaja meledakkan bom ketika dia berada di dekat kantor Hamidi sehingga menewaskan pimpinannya. "Pelaku menyembunyikan bom siap meledak di dalam surbannya," kata Ayoubi.
Selain menewaskan Wali Kota, jelas Ayoubi, bom bunuh diri juga melukai dua orang lainnya yang berada di pintu masuk kantor Hamidi.
Keterangan lain dari Kepala Kepolisian Kandahar, Abdul Razaq, menyebutkan saat kejadian Wali Kota Hamidi sedang mengadakan pertemuan dengan para tokoh masyarakat di sebuah distrik. Tak lama kemudian, seseorang mendekat ke arah Wali Kota, selanjutnya meledakkan bom yang disimpan di dalam surbannya.
Pada pertemuan itu, papar Kepala Kepolisian, Wali Kota berniat berbicara dengan para tokoh masyarakat sehubungan dengan tuduhan terhadap petugas kota yang membunuh seorang perempuan dan dua anak-anak ketika mereka membuldoser rumah dan toko di distrik mereka, Selasa, 26 Juli 2011. Bangunan yang dirobohkan itu, menurut Wali Kota, didirikan tanpa izin.
Kematian Wali Kota Kandahar ini menyusul meninggalnya saudara tiri Presiden Afganistan, Hamid Karzai, dua pekan silam, dalam sebuah serangan di rumahnya. Sejauh ini, belum ada yang mengaku bertanggung-jawab atas kejadian tersebut. Namun, Taliban diduga berada di balik serangkaian bom bunuh diri.
Kandahar merupakan kawasan tempat lahirnya kelompok Taliban sekaligus daerah yang paling bergolak di Afganistan. Pasukan sekutu yang dipimpin Amerika Serikat dengan kekuatan militernya hingga kini gagal menaklukan Kandahar.
Juru bicara Taliban, Qari Yousuf Ahmadi, semula menolak mengaku bertanggung-jawab atas kejadian itu. Namun, belakangan organisasi militan Islam ini menyatakan bertanggung-jawab atas kematian Hamidi.
Mereka berdalih, Hamidi adalah pria yang harus bertanggung-jawab atas meninggalnya seorang perempuan dan anak-anak, Selasa, 26 Juli 2011, ketika bangunan yang mereka tinggali dihancurkan pemerintah.
AL JAZEERA | REUTERS | CA