TEMPO Interaktif, Manila - Presiden Filipina Benigno Aquino III memperingatkan Cina bahwa negaranya siap mengangkat senjata untuk mempertahankan Pulau Spratly dan akan membawa kasus ini ke Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencari solusi. Ancaman itu disampaikan Aquino saat berpidato, Selasa, 26 Juli 2011.
Dalam pidato kenegaraannya di depan Kongres, Aquino juga mengumumkan ketua jaksa antisuap yang baru dan rencana pemerintahannya untuk membawa kasus korupsi besar-besaran yang melibatkan pejabat pemerintah dan kroni mereka ke pengadilan. Dia tidak menyebut nama pejabat yang terlibat, tapi berjanji akan mengganjar mereka dengan hukuman.
"Kita tidak berharap menambah ketegangan dengan siapapun, tapi kita harus memberitahu dunia bahwa kita siap melindungi milik kita," kata putra bekas Presiden Corazon Aquino itu. Pernyataan keras Aquino yang disiarkan secara langsung oleh televisi nasional disambut tepuk tangan meriah oleh anggota Kongres.
Pernyataan Aquino ini terkait klaim Cina sebagai pemilik Spratly. Meski tak langsung menyebut Cina dalam pidatonya, tapi pernyataan itu jelas ditujukan untuk Negeri Tirai Bambu itu. "Ada saat ketika kita tidak dapat menanggapi secara tepat ancaman di belakang halaman kita sendiri," ujar Aquino. "Sekarang pesan kita ke dunia sudah jelas. Apa yang menjadi milik kita adalah milik kita. Menjejakkan kaki di Recto Bank tidak berbeda dengan menjejakkan kaki di Recto Avenue." Recto Bank sebutan untuk Laut Cina Selatan, sedangkan Recto Avenue nama jalan populer di Manila.
Ketegangan antara Cina dan Filipina mencuat akhir-akhir ini setelah Cina mengklaim sebagai pemilik pulau kaya minyak, gas alam, dan menjadi jalur utama pelayaran yang terletak di Laut Cina Selatan itu. Selain dengan Filipina, Cina juga bersitegang dengan Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei soal kepemilikan beberapa pulau di gugusan Pulau Laut Cina Selatan. Masalah ini bahkan menjadi topik utama dalam pertemuan tingkat menteri ASEAN dan mitranya di Bali pekan lalu.
AP | SUNARIAH