TEMPO Interaktif, Washington - Kebencian warga Amerika Serikat terhadap Islam makin meningkat setelah kematian pendiri jaringan Al-Qaidah, Usamah Bin Ladin. Kesimpulan ini muncul dalam jajak pendapat yang dilakukan para peneliti dari Ohio State University School of Communication, Cornell University's Survey Research Institute, dan the University of New Hampshire Survey Center.
Bin Ladin terbunuh lewat serbuan pasukan khusus SEAL di lokasi persembunyiannya di Kota Abbottabad, Pakistan, 1 Mei lalu. Ia terbunuh dengan dua luka tembak: di dada dan kepala.
Survei itu dilakukan dua kali, yaitu pada 7 April-1 Mei terhadap 500 responden dan 2-24 Mei terhadap 341 orang. Hasilnya, 34 persen menilai keberadaan muslim di Amerika makin meningkatkan risiko negara itu diserang oleh teroris. Angka itu naik dari 27 persen pada poling pertama.
Orang Amerika juga makin banyak yang tidak bertetangga dengan kalangan Muslim. Angka ini naik dari 9 persen pada survei pertama menjadi 20 persen. Sebanyak 24 persen responden menganggap kehadiran orang-orang Muslim membuat Amerika makin berbahaya.
Menurut Erick Nisbet, peneliti dari Ohio State University, lantaran begitu berlimpahnya pemberitaan kematian Bin Ladin, warga Amerika menjadi teringat lagi akan terorisme dan serangan 11 September 2001. “Itu membuat orang berpikir mengenai Islam dalam konteks terorisme,” katanya.
Berita-berita yang meningkat sentimen anti-Islam itu lantaran media memusatkan berita terbunuhnya Bin Ladin pada terorisme, pandangan agama Bin Ladin, dan peranan Pakistan yang berpenduduk mayoritas Islam dalam melindungi lelaki 57 tahun itu.
CTV | CHRISTIAN CENTURY | FAISAL ASSEGAF