TEMPO Interaktif, Nusa Dua - Sengketa klaim batas wilayah di Laut Cina Selatan antara Cina dan beberapa negara ASEAN sempat memantik ketegangan beberapa pekan terakhir. Termasuk Cina dan Vietnam soal latihan perang, dan terbaru Cina yang meradang karena 5 anggota parlemen Filipina mengunjungi pulau dekat Kepulauan Spratly.
Di sela Pertemuan Tingkat Menteri ke-44 ASEAN di Nusa Dua, Bali, Menteri Luar Negeri Filipina Albert F. Del Rosario, Rabu petang 20 Juli 2011, memberikan penjelasan kepada Dwi Arjanto dari Tempo. Berikut petikan wawancaranya.
Hari ini, 5 anggota Kongres Filipina mengunjungi Pagasa, pulau Filipina yang terletak dekat Kepulauan Spratly yang disengketakan. Tapi, pihak Kedutaan Besar Cina di Manila meradang dan mengatakan lawatan itu bisa menyabotase hubungan Cina-Filipina. Komentar Anda?
Saya kira tidak demikian. Lawatan itu adalah ke pulau yang dimiliki Filipina. Dan kami tak perlu izin Cina untuk pergi ke sana. Area itu masih dalam kedaulatan kami. Maka kami bebas pergi ke sana kapan saja.
Seorang anggota parlemen bilang lawatan itu bersifat pribadi buat mendukung warga Filipina yang tinggal di pulau itu?
Ya, kami berhak berada di sana.
Apa yang telah dicapai ASEAN dalam menerobos kebuntuan dalam masalah Laut Cina Selatan yang mengemuka sejak 2002?
Kami telah sesuai dengan jalur dalam level tinggi. Kami sudah menyepakati implementasi panduan dari Declaration of Conduct (DOC). Ada beberapa langkah nyata, tapi sebenarnya itu bukan deklarasi yang mudah dan kami mencoba lebih jauh menyusun pedoman-pedoman. Pedoman itu contohnya menyediakan proyek bersama di area itu bila sudah teridentifikasi.
Apa kemajuan pedoman penyelesaian soal itu sebelum dibawa ke pertemuan para menteri luar negeri ASEAN dengan Cina besok?
Adopsi dari DOC yang berupa implementasi pedoman akan ditandatangani besok (Kamis, 21 Juli 2011).
Bukankah pekan lalu Filipina ingin soal ini dibawa ke Mahkamah Internasional. Mengapa sekarang berbeda?
Kami punya masalah dengan deklarasi Cina. Mereka punya yang disebut Konsep Garis Sembilan atas Laut Cina Selatan. Kami yakin klaim mereka seperti itu seharusnya divalidasi hukum internastional. Maka kami meminta mereka sesuai dengan kami karena kami mempertanyakannya. Kami menentang klaim itu masuk ke internal kami bisa divalidasi secara efektif dengan pengadilan hukum laut internasional.
Cina kerap mengklaim teritorinya dalam area yang luas. Bagaimana posisi Filipina?
Kami sudah sesuai dengan Konvensi PBB Soal Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS), garis perairan, zona ekonomi eksklusif, dan garis kontinental. Area yang kami klaim masuk wilayah kami secara mendasar sudah divalidasi sesuai dengan UNCLOS. Sebaliknya, kami tak percaya Garis Sembilan yang dipegang Cina sudah divalidasi UNCLOS.
Apa harapan Anda agar sengketa ini bisa diselesaikan segera?
Ada 4 harapan saya. Pertama, kami berharap sengketa klaim ini diselesaikan dengan damai. Kedua, kami harus menyelesaikannya berbasis multilateral karena sengketa lebih dari 1 klaim. Ada tumpang tindih klaim. Ketiga, diupayakan sesuai dengan hukum internasional, terutama UNCLOS. Empat, pedoman-pedoman DOC di antara para pejabat di sini menjadi dokumen bagi semua pihak untuk disepakati.