TEMPO Interaktif, Abbottabad - Amerika Serikat melakukan pelbagai upaya untuk memburu pendiri jaringan Al-Qaidah, Usamah Bin Ladin, termasuk membuat program palsu imunisasi.
Proyek itu dibuat setelah dinas rahasia luar negeri Amerika CIA mengendus lokasi persembunyian Bin Ladin di Kota Abbottabad, Pakistan. CIA lantas menyewa seorang dokter bernama Afridi dari Provinsi Khyber, Pashtun, untuk mengatur pelaksanaan imunisasi itu.
Sang dokter membeli dua jenis vaksin imunisasi, yakni Hepatitis B dan Polio. Program itu dilaksanakan Maret lalu. Dimulai dengan vaksin Hepatitis B di daerah Nawa Sher dan sebulan kemudian berpindah ke Bilal Town, area tempat tinggal Bin Ladin sekeluarga.
Sejatinya, Bin Ladin sudah menetap di Abbottabad selama lima tahun. Ia tinggal bersama tiga istri dan 11 anak, serta cucunya.
Menurut seorang pejabat Amerika yang menolak disebut identitasnya, program palsu imunisasi memang sengaja dipakai untuk mendapatkan contoh DNA dari keluarga Bin Ladin. Sampel itu nantinya akan dicocokkan dengan DNA milik saudara perempuan Bin Ladin yang meninggal tahun lalu di Boston, Amerika. “Kampanye vaksinasi itu bagian dari perburuan teroris top dunia dan tidak ada tujuan lain,” ia menegaskan.
Namun, program itu dikecam oleh lembaga bantuan medis internasional, Medicins Sans Frontieres. Mereka menyebut program imunisasi oleh CIA itu merupakan manipulasi besar dalam tindakan medis.
Akan tetapi, seorang pejabat pertahanan Amerika menyatakan imunisasi itu dilakukan dengan vaksin asli. “Program itu dilakukan oleh petugas medis professional,” ujarnya. Tapi, tidak diketahui apakah CIA berhasil mendapat contoh DNA dari anak dan cucu Bin Ladin.
Sebulan kemudian pada 1 Mei, Bin Ladin terbunuh oleh pasukan SEAL. Meski hingga kini tidak melansir foto kematian Bin Ladin, Presiden Amerika Barack Hussein Obama membenarkan buronan nomor wahid itu telah tewas setelah melalui tes DNA.
GUARDIAN/FAISAL ASSEGAF