TEMPO Interaktif, Paris - Menteri Luar Negeri Prancis di Paris Alain Juppe, Selasa 12 Januari 2011, menyatakan sudah berhubungan dengan pihak yang dikatakannya sebagai utusan dari Muammar Qadhafi. Katanya, mengutip perkataan utusan itu, orang kuat Libya itu bersedia melepas kekuasaan.
Alain Juppe mengatakan, di saat negoisasi tidak mulus mereka yang terlibat dalam perang saudara Libya telah melakukan kontak satu sama lain. “Kami menerima utusan yang mengatakan, 'Qadhafi bersiap untuk pergi. Mari kita membahasnya,” demikian Juppe, tanpa mengidentifikasi jati diri utusan itu.
Kesangsian pun muncul. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan mereka juga menerima tamu seperti itu. “Kami telah menerima banyak orang yang mengatakan menjadi perwakilan Qadhafi dari satu bentuk atau yang lain mengontak Barat,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Victoria Nuland. Sayangnya, menurut Nuland, pesan-pesan itu kontradiktif. "Malah, menurut utusan itu, TNC (Dewan Transisi Nasional yang mewakili pemberontak) Qhadafi akan segera pergi,” ujarnya.
Qadhafy adalah pusat konflik di Libya. Prancis dan sekutu mereka sepakat mundurnya Qadhafi merupakan kunci yang dapat mengakhiri permusuhan yang meletup mulai pertengahan Maret lalu.
Dari Zintan, pemberontak yang menguasai pegunungan Nafusa, barat daya Ibukota Tripoli, Rabu 13 Juli 2011 menyebut mustahil bisa terwujud tanpa Qadhafy lengser. “Sejauh ini tidak mungkin untuk mencapai solusi politik. Qadhafi ingin berkuasa, pemberontak tidak menginginkannya,” cetus Kolonel Juma Brahim, komandan operasional pemberontak di kawasan tersebut.
Menurut Brahim, jika Qadhafi mengatakan mencari solusi perdamaian, "Itu terjadi karena dia sudah lemah, semua tentara dan persenjataannya membelot ke pihak kami satu per satu.”
AP | Reuters | The Straits Times | DWI ARJANTO