TEMPO Interaktif, BANGKOK - Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva memperingatkan bahwa situasi politik negaranya kemungkinan menjadi tidak stabil lagi bila bekas perdana menteri Thaksin Shinawatra diijinkan kembali ke Thailand.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC Senin kemarin (27/06), Abhisit mengatakan pemerintahan mendatang tidak boleh mengedepankan kepentingan seseorang di atas kepentingan negara. "Karena ini akan menyebabkan ketidakstabilan" katanya.
Partai Abhisit, Partai Demokrat, akan bersaing memperebutkan suara rakyat dalam pemilihan umum 3 Juli mendatang, melawan partai oposisi, Partai Puea Thai, yang dipimpin adik perempuan Thaksin, Yingluck Shinawatra.
Selama masa kampanye kedua partai itu mengobral janji kepada calon pemilih, antara lain janji menaikkan upah pekerja. Janji ini sekaligus menjadikan Thailand sebagai negara terakhir di Asia yang melihat gaji sebagai amunisi untuk meraih kemenangan, setelah bertahun-tahun didera masalah ekonomi akibat perpecahan politik. Partai berkuasa, Partai Demokrat, yang didukung militer kemarin menjanjikan meningkatkan upah minimum 25 persen jika mereka tetap berkuasa. Sedangkan partai pendukung bekas perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang sementara memimpin hasil survei, berjanji meningkatkan upah minimum 40 persen.
Menurut politikus yang bertarung dalam pemilu nanti, Thailand tidak punya pilihan kecuali menaikkan upah. Kendati masih berupa kata-kata, pengamat menilai janji itu setidaknya akan dilaksanakan, walaupun tidak sebesar seperti yang dijanjikan. Masih kata pengamat, rencana menaikkan upah minimum merefleksikan keinginan di antara pembuat kebijakan Thailand bahwa negara perlu memperkuat ekonomi dalam negeri untuk melindungi diri dari kecenderungan tuntutan global.
STRAITS TIMES | WALL STREET JOURNAL | SUNARIAH