TEMPO Interaktif, Damaskus - Sebanyak 10.224 jiwa, termasuk lebih dari 5.000 anak-anak di Suriah, telah mengungsi ke Turki. Lebih dari seratusan lainnya kemarin berbondong-bondong menuju Libanon. Lantaran itu, Presiden Suriah Bashar al-Assad mengerahkan pasukan dan kendaraan lapis baja ke dua wilayah perbatasan itu. Warga kian deras mengungsi setelah mendengar kabar adanya sejumlah aktivis yang tewas pada Jumat pekan lalu.
"Tentara memakai gas air mata untuk membubarkan unjuk rasa," ujar Mohammed Sliman, seorang aktivis yang ikut unjuk rasa menentang pemerintah di Kiswah. "Setelah itu, tentara menembaki kami." Aktivis lainnya mengklaim ada sekitar lima orang yang tewas dalam unjuk rasa di Barzeh yang bertetangga dengan Damaskus. Namun, pemerintah menuding pelakunya adalah kelompok bersenjata.
"Aksi kelompok bersenjata itu juga telah melukai aparat keamanan," demikian lansir jaringan televisi pemerintah seperti dikutip Independent. Namun, laporan ini sulit diverifikasi karena Pemerintah Suriah melarang wartawan masuk. "Pemerintah telah menawarkan perundingan damai," kata Menteri Luar Negeri Walid Moallem beralasan. Ia menuding ada pihak-pihak tertentu di Barat yang sengaja hendak memperkeruh suasana di dalam negeri.
Menanggapi hal itu, lebih dari 200 tokoh oposisi dan intelektual dijadwalkan bertemu dengan Presiden Assad hari ini. Mereka berencana membahas masa transisi demokrasi secara damai di Suriah. "Kami berharap reformasi dan perdamaian segera terwujud di Suriah," kata Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu. Di tengah rencana pertemuan itu, muncul spekulasi Hizbullah mulai memindahkan misil-misilnya dari Suriah ke Libanon.
INDEPENDENT | TELEGRAPH | HAARETZ | ANDREE PRIYANTO