TEMPO Interaktif, Riyadh - Perempuan di berbagai penjuru dunia tidak hanya tergila-gila pada model baju, sepatu, tas, dan perangkat kosmetik baru. Lingerie, yang sejatinya dipakai di balik baju luar pun menjadi produk yang digilai sebagian perempuan.
Peragaan model lingerie terbaru seperti yang digelar Victoria's Secret, misalnya, termasuk peristiwa yang dinanti para penggemar lingerie. Mereka bisa punya patokan tentang model terbaru pakaian dalam berbahan lembut ini.
Di Indonesia wabah lingerie sudah menjalar ke berbagai kalangan; tidak hanya artis, tapi juga mahasiswi, ibu-ibu muda, hingga yang sudah berusia 50-60 tahun sejak beberapa tahun lalu.
Soal Lingerie kini menjadi topik utama lagi di Arab Saudi terlebih setelah Raja Abdullah mengintervensi aturan perdagangan pakaian seksi wanita ini.
"Kami berterima kasih kepada Raja,"kata seorang aktivis Arab Fatima Garub dalam Telegraph, Rabu, 15 Juni 2011. Ungkapan syukur Fatima adalah cerminan kebahagiaan wanita Arab yang selama ini kebebasan berbelanja pakaian seksinya seakan tergembok.
Maklum, kaum adam di Arab memegang monopoli perdagangan lingerie. Hampir seluruh pelayan di Saudi didominasi pria. Padahal negara itu menganut hukum yang ketat di mana laki-laki tidak bisa bercampur dengan wanita, lebih-lebih membahas atau jual beli pakaian dalam. Sehingga selama ini akses wanita membeli busana terkungkung.
"Saya terpaksa membeli pakaian dalam di luar negeri,"kata Huda, warga Arab Saudi. Meurutnya bagaimana mungkin dia mendiskusikan hal tersebut dengan pramuniaga yang hampir semuanya pria.
Nah, aturan inilah yang dicoba didobrak wanita Arab Saudi sejak 2005. Pada 2008, mereka berkampanye lewat Facebook agar wanita boleh bekerja di toko-toko pakaian dalam. Namun baru sekarang kampanye ini menorehkan hasil nyata. Meski terlambat perempuan Arab tetap menyambutnya dengan suka cita. "Ini bisa menjadi perbaikan prospek pekerjaan untuk generasi muda Saudi,"kata Profesor Keuangan di Jeddah, Reem Asaad.
Revolusi lingerie di Arab kini baru saja dimulai.
RUDY