TEMPO Interaktif, New York - Pelayan hotel yang menjadi korban percobaan perkosaan Kepala IMF Dominique Strauss-Kahn telah bersembunyi. Pengacaranya hari Selasa 17 Mei 2011 mengatakan wanita itu tidak mengetahui identitas penyerangnya hingga sehari setelah penyerangan itu.
Pelayan Hotel Sofitel berusia 32 tahun itu adalah seorang janda dengan seorang putri berusia 15 tahun, kata pengacaranya Jeffrey Shapiro. Mereka pindah ke New York dari Guinea, Afrika Barat, sekitar tujuh tahun yang lalu.
"Dia tidak mengetahui siapa dia atau memiliki hubungan sebelumnya dengan orang ini," kata Shapiro, pengacara New York City, kepada Reuters.
Serangan ini diduga terjadi sekitar pukul 12.00 malam (16.00 GMT) pada hari Sabtu dan perempuan itu tidak menyadari identitas Strauss-Kahn sampai hari Minggu. "Seorang teman meneleponnya dan berkata 'kau tahu siapa orang ini?" kata Shapiro.
Jaksa menuduh Strauss-Kahn, 62 tahun, menyerang pelayan itu ketika ia memasuki kamarnya di hotel mewah Sofitel dekat Times Square.
Selama penampilan pertama Strauss-Kahn di Pengadilan Kriminal Manhattan hari Senin lalu, jaksa mengatakan ia telah menyerang secara seksual pelayan itu, mencoba untuk memperkosanya dan kemudian, ketika gagal, memaksa untuk melakukan seks oral padanya.
Pengacara Strauss-Kahn membantah tuduhan tindak pidana seksual, percobaan perkosaan, pelecehan seksual, penahanan tidak sah dan menyentuh paksa. Jaminan tahanannya ditolak pada hari Senin dan akan muncul kembali di pengadilan pada hari Jumat.
Dia menghadapi tuntutan hukuman hingga 25 tahun penjara jika terbukti bersalah.
Shapiro mengatakan bahwa setelah wanita itu "melarikan diri dari kamar, dia melaporkan ke keamanan. Polisi New York City dipanggil. Mereka mewawancarai dia dan menyelidiki TKP."
"Dia adalah seseorang yang menghormati bahwa hukum ada di negeri ini. Dia datang dari tempat di mana hukum rendah dan tidak mudah ditegakkan. Dia merasa adalah kewajibannya untuk melaporkan hal ini," katanya.
"Dia tidak memiliki agenda dalam hal ini selain untuk menjawab pertanyaan yang diminta, untuk mengatakan kebenaran."
Sang pelayan adalah wanita yang bukan warga negara AS, tapi memiliki visa untuk bekerja di Amerika Serikat. Dia berpendidikan rendah dan pengalamannya terbatas, tapi ia harus bekerja keras untuk mendapatkan pekerjaan sebagai seorang pelayan di Sofitel, kata Shapiro.
Shapiro, yang diperkenalkan kepada perempuan itu oleh seorang teman pada hari Minggu, mengatakan bahwa sejak peristiwa itu ia tidak kembali ke rumahnya dan melihat anaknya untuk pertama kali hanya pada hari Selasa.
"Dia menjadi korban perkosaan dan serangan fisik. Ia tidak memiliki kesempatan untuk menghadapi itu secara pribadi," katanya seraya menambahkan bahwa ia mengatur wanita itu untuk mendatangi seorang konselor.
Shapiro menggambarkan perannya untuk mencoba membantu mencari jalan keluar dari masalah tersebut dan menjelaskan proses hukum padanya.
"Dia ingin namanya tetap dirahasiakan. Dia sangat takut bahwa sesuatu dapat terjadi padanya secara fisik. Dia merasa sangat terancam oleh ini," katanya tentang semua perhatian global pada kasus ini.
REUTERS | ERWIN Z