Menurut salah seorang pejabat keamanan penjara, Abu Huzaifa al-Batawi, pimpinan Negara Islam Iraq yang berafilasi dengan Al-Qaidah, beserta 15 anggota lainnya terpaksa ditembak petugas karena mencoba merebut senjata petugas keamanan.
"Sebelumnya mereka merencanakan penyerangan ini dengan baik," ujar juru bicara keamanan Baghdad Mayor Jenderal Qassim Atta.
Insiden itu tidak hanya merengut jiwa pimpinan dan anggota Negara Islam Irak, tetapi juga nyawa petugas kepolisian Moayed al-Saleh, kepala antiterorisme di distrik Karrada Baghdad Tengah, seorang letnan kolonel, dan dua orang letnan satu.
Kemuculan insiden itu sebenarnya agak mengherankan. Pasalnya, tempat kejadian perkara terletak dekat dengan Komplek Kementerian Dalam Negeri di Baghdad yang didesain sebagai tempat paling aman untuk tempat tinggal anggota keluarga petugas keamanan antiterorisme. Oleh sebab itu, timbul pertanyaan, kok bisa terjadi?
"Dimana petugas keamanan? (Negeri) ini tidak ada pemerintahan?" teriak Dhia Raheem al-Taitee, keponakan al-Shaleh.
"Dia berada di tempat paling aman, namun mati dengan mudah di tangan parapidana yang merebut senjata sipir," kata al-Taitee di pemakaman pamannya, Ahad 8 Mei 2011.
Sejumlah pejabat mengatakan, al-Batawi merebut senjata seorang pengawal penjara, kemudian bergerak cepat ke kompleks penjara dan membunuh beberapa petugas kepolisian sebelum ditembak mati. Pada kejadian itu, narapidana lainnya turut bergabung dengan al-Batawi. Sembilan di antara mereka dilaporkan tewas.
Sementara itu, para narapidana yang terluka dilarikan ke Rumah Sakit al-Kindi, Baghdad, dengan pengawasan sangat ketat. Mereka, jelas petugas, dibawa oleh petugas keamanan ke sebuah lokasi yang dirahasiakan setelah mendapatkan ancaman.
"Menteri Dalam Negeri akan memimpin sendiri investigasi ini," kata Jane Arraf, koresponden Al Jazeera di Bagdad.
AL JAZEERA | CA