TEMPO Interaktif, Brussel - Uni Eropa kemarin mengecam pemberangusan para demonstran di Tunisia dan menyatakan penggunaan kekuatan polisi berlebihan. Kekerasan beberapa hari terakhir di negeri Afrika Utara itu, menurut sumber resmi, menewaskan 23 orang. Beberapa kelompok pembela hak asasi manusia menyebutkan, angkanya lebih besar.
Juru bicara untuk Kepala Hubungan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton, Maja Kocijancic, menyebutkan Uni Eropa prihatin. "Kekerasan itu tak bisa diterima. Perusuh harus diburu dan diadili." Dia mendesak dibebaskannya para blogger, jurnalis, pengacara, dan warga yang ditahan karena demonstrasi damai. "Pemerintah Tunisia harus bertindak meredakan ketegangan dan mengatasi isu-isu sosial."
Presiden Tunisia Zine al-Abidine Ben Ali kemarin memecat Menteri Dalam Negeri dan memerintahkan semua yang ditahan dalam bentrokan melawan polisi dibebaskan. Perdana Menteri Mohammed Ghannouchi mengumumkan Ahmed Friaa sebagai Menteri Dalam Negeri baru.
Ben Ali, 74 tahun--yang beberapa hari lalu menuding perusuh persis teroris--membuat perubahan dramatis pasca-gelombang kerusuhan berdarah terbesar dalam beberapa dekade itu. Keputusasaan atas melonjaknya angka pengangguran dan korupsi di Tunisia telah menyulut rentetan protes, yang merupakan tantangan paling signifikan Presiden Ben Ali. Ratusan tentara dikerahkan ke pusat Ibu Kota Tunis.
l Reuters | AP | Dwi Arjanto