Ini merupakan serangan kedua yang terjadi pada bulan ini. Sebelumnya, gedung dewan provinsi dan markas besar kepolisian untuk provinsi Anbar diserang bom.
"Jumlah korban tewas 17 orang, 50 hingga 60 orang cedera," kata Letnan Jenderal Hussein Kamal, deputi Menteri Dalam Negeri, kepada Reuters.
Gubernur Anbar Qassim Mohammed mengatakan, ledakan pertama mengenai sebuah minibus sedangkan bom kedua dilakukan oleh seorang pelaku bom bunuh diri yang berjalan kaki.
"Perdana Menteri (Nuri al-Maliki) memerintahkan melakukan penyelidikan di gedung (ini)," ujar Kamal.
Anbar merupakan provinsi padang pasir yang menjadi jantung pertahanan para pemberontak setelah Amerika Serikat memimpin invasi pada 2003. Ramadi dan Falujjah, menurut saksi mata, salah satu tempat benteng pertahanan perang mereka.
Meskipun secara keseluruhan tingkat kekerasan di Irak menurun drastis sejak puncak kerusuhan sektarian pada 2006-2007, bom dan serangan masih berlangsung saban hari. Sedangkan para pemberontak masih melakukan serangan.
Ledakan yang terjadi Senin (27/12), seperti dalam siaran televisi Reuters, nampak darah berceceran di jalan. Sementara tangan pelaku bom bunuh diri tergeletak di tanah. Asam membumbung tinggi muncul dari mobil yang terbakar.
Ali Mahmoud, dokter di rumah sakit Ramadi, mengatakan rumah sakit menerima 16 mayat, berikut lima polisi serta 52 orang cedera termasuk 12 polisi. Sedangkan ruang gawat darurat diisi oleh pasien yang terluka akibat serangan bom. Rumah sakit juga dipenuhi orang yang ingin mendonorkan darahnya untuk korban luka usai mereka mendengar korban ledakan bom melalui pengumuman di masjid.
"Apa yang harus kami lakukan untuk menyelamatkan mereka? kata Talib Ali, 50 tahun, yang berada di rumah sakit untuk menjenguk putranya Mohammaed yang terluka di bagian perut dan punggung.
Serangan mematikan itu serta merta dikutuk oleh Hikmet Khalaf, wakil gubernur Anbar. Menurutnya serangan kejam itu dilakukan oleh sayap al-Qaidah di Irak.
"Tujuan al-Qaida, mennggoyang keamanan provinsi. Ini bukanlah target serangan pertama kali terhadap gedung-gedung pemerintah provinsi. Para penyerang memilih kerumunan orang di Ramadi untuk membunuh sejumlah warga sipil yang memimpin gedung pemerintah," katanya kepada Reuters.
Awal bulan ini, pasukan keamanan Irak menahan 39 militan al-Qaidah, termasuk pemimpin kelompok ini di Provinsi Anbar dan seorang pemimpin tertinggi mereka di Irak.
"Penahanan pemimpin senior al-Qaidah di Anbar bulan lalu tak menyurutkan berakhirnya perlawanan al-Qaidah sebab al-Qaidah memiliki kemampuan mengorganisir diri mereka sendiri dalam waktu cepat," kata Kamal.
"Kami mengharapkan sejumlah serangan dari al-Qaidah, tak hanya di Anbar tetapi juga di seluruh Irak berakhir, khususnya usai terbentuknya pemerintahan baru yang membuat pasukan keamanan lebih bisa melindungi dari ancaman bahaya."
Pekan lalu, Irak membentuk pemerintahan baru setelah berbulan-bulan terjadi perpecahan antarfaksi, menyebabkan terjadinya kefakuman pemerintahan.
Pada 12 Desember lalu, terjadi serangan terhadap gedung pemerintah di Ramadi, yang dilakukan oleh pelaku bom bunuh diri menewaskan 13 orang dan melukai lusinan orang. Sedangkan Desember 2009, terjadi serangan mematikan menyebabkan 24 orang tewas dan melukai lebih dari 100 orang di luar markas pemerintahan provinsi.
ARAB NEWS | CHOIRUL