Peristiwa berdarah di gereja Bagdad beberapa waktu lalu terus membayangi mereka. Tak hanya itu, peledakan rumah umat Kristiani oleh pemberontak Islam yang menyebabkan 68 orang tewas, juga masih menjadi momok menakutkan.
Selasa (21/12) lalu, kelompok al-Qaidah mengancam akan mengepung warga Kristen. Oleh karenanya, banyak warga Kristen meninggalkan rumah bahkan negara mereka terutama sejak serangan terhadap gereja beberapa waktu lalu.
Sebuah dewan yang mewakili kepentingan umat Kristen di sana menyarankan agar mereka membatalkan perayaan Natal beramai-ramai demi menghindari korban berjatuhan.
"Tak ada yang sanggup menyepelekan ancaman al-Qaidah terhadap umat Kristen Irak," kata Uskup Agung Louis Sako di Kirkuk.
Para pengurus gereja di Bagdad, sebagaimana di kota-kota Kirkuk dan Mosul, serta di selatan kota Basra, mengatakan mereka tidak akan memasang dekorasi Natal atau merayakannya di tengah malam. Termasuk mendekorasi rumah-rumah mereka. Demikian juga kehadirannya Santa Claus ditiadakan.
"Ini untuk menghindari serangan, tetapi juga untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa kami sedih, tidak bahagia," kata Younadim Kanna, warga Kristen yang juga menjadi anggota Parlemen di Bagdad.
Pada 31 Oktober lalu, terjadi serangan terhadap gereja menyebabkan ribuan umat Kristen meninggalkan Irak. Menurut statistik kementerian luar negeri Amerika Serikat, jumlah mereka mencapai 53.700 orang.
Sejak itu pula, jelas PBB, sekitar 1000 umat Kristen menuju Kurdistan untuk menyelamatkan diri. Sedangkan, ribuan lainnya bersiap diri eksodus dari Irak.
Ancaman terakhir dilansir, Selasa (21/12), oleh kelompok Negara Islam Irak, salah satu fron al-Qaidah, di sebuah situs laman milik ekstrimis Islam secara rutin. Kelompok ini dalam ancamannya menyebutkan agar dua perempuan yang ditahan oleh Gereja Koptik Mesir dibebaskan.
Ekstrimis Muslim di Mesir menuduh Gereja Koptik menahan dua perempuan yang berpindah agama menjadi mualaf. Namun tuduhan tersebut dibantah pihak Gereja. Pesan yang disampaikan Selasa tersebut dialamatkan kepada komunitas Kristen Irak sekaligus sebagai "tekanan" terhadap Mesir.
Menanggapi berbagai kekerasan dan ancaman, Ashour Binyamin, seorang pemeluk Kristen di Kirkuk berusia 55 tahun, mengatakan dia dan keluarganya tidak akan pergi ke gereja pada saat Natal dan akan merayakannya di rumah.
"Kami membatalkan seluruh perayaan di gereja," kata Bapa Mukhlis. "Kami masih berduka atas korban yang tak berdosa akibat serangan beberapa waktu lalu."
AP | CHOIRUL