Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Burma di Ambang Perpecahan

image-gnews
Pemimpin pro-demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi mencoba berjalan keluar dari kerumunan massa pendukungnya di di Yangon, Myanmar. [REUTERS/Soe Zeya Tun]
Pemimpin pro-demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi mencoba berjalan keluar dari kerumunan massa pendukungnya di di Yangon, Myanmar. [REUTERS/Soe Zeya Tun]
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Konflik bersenjata antara kelompok-kelompok etnis dan tentara pemerintah junta militer Burma terus berlanjut. Ketegangan antara pemerintah dan kelompok-kelompok etnis tersebut sudah terjadi sejak awal kemerdekaan Burma.   

Kelompok-kelompok etnis ini menuntut pemerintah junta militer memenuhi Kesepakatan Panglong, yang ditandatangani pada 12 Februari 1947. Kesepakatan ini ditandatangani Jenderal Aung San, peletak dasar demokrasi di Burma, dan seluruh wakil masing-masing kelompok etnis. 

Dalam kesepakatan itu, kelompok-kelompok etnis ini sepakat mendirikan negara federal. Kesepakatan ini juga menuntut negara mengakui keberagaman etnis dan agama serta kesamaan derajat dalam segala hal untuk semua kelompok etnis di Burma. 

Belum sempat Kesepakatan Panglong dilaksanakan, Jenderal Aung San dibunuh. U Nu, yang mengambil alih kekuasaan pada 1948, tak melaksanakan Kesepakatan Panglong. Kekuasaan silih berganti tanpa ada penyelesaian. 

Awal Desember lalu, junta militer, yang sekarang berkuasa, resmi menyatakan tidak mengakui Kesepakatan Panglong. Pemerintah junta menolak berdialog dan meminta kelompok sipil bersenjata yang ada di kelompok-kelompok etnis melakukan gencatan senjata dan menyerahkan diri. 

Seorang mantan perwira menengah angkatan bersenjata Burma menuturkan, akar persoalan perang sipil berkepanjangan adalah perlakuan diskriminatif terhadap kelompok-kelompok etnis dan agama minoritas, merebaknya korupsi, serta perampasan sumber daya alam. 

"Saya memilih berhenti dan keluar dari kesatuan saya karena delapan tahun lebih karier saya mandek tanpa tahu sebabnya apa. Tidak ada penilaian karier. Saya sadar penyebabnya adalah saya dari etnis Katchin dan penganut Kristen," ujarnya kepada Tempo di Rangoon pada awal Desember lalu. 

Enam kelompok etnis bersenjata yang selama ini aktif menuntut penghapusan diskriminasi dan pembentukan negara federal adalah Mon, Katchin (Karen), Chin, Swan, Rakhaing, dan Kayin. 

Menurut aktivis tersebut, harapan ada pada Aung San Suu Kyi, pemimpin National League for Democracy (NLD), untuk mengakhiri perang sipil tersebut. 
Suu Kyi saat diwawancarai Tempo di ruang kerjanya, Selasa pekan lalu, menjelaskan, NLD berusaha menyodorkan kesepakatan baru yang disebut Kesepakatan Panglong II. Kesepakatan ini dideklarasikan di Kaley di perbatasan Rakhaying dan Chin pada 24 Oktober 2010. 

Inti kesepakatan itu adalah proses dialog antara pemerintah dan kelompok etnis yang difasilitas NLD dan lembaga internasional untuk menemukan solusi. 
Seorang teman kemarin mengabarkan berubahnya sikap pemerintah junta dengan bersedia bertemu dengan kelompok etnis Katchin dan NLD. Kabarnya, Suu Kyi akan hadir dalam pertemuan yang dilangsungkan akhir Desember mendatang itu. Sebuah langkah maju. 

MARIA HASUGIAN

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Militer Tuduh Pemilu Myanmar Dicurangi, Pemerintahan Aung San Suu Kyi Terancam

29 Januari 2021

Pendukung Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) memegang foto konselor Myanmar Aung San Suu Kyi ketika menunggu hasil penghitungan suara pemilu Myanmar di markas partai di Yangon, Myanmar, 8 November 2020.[REUTERS]
Militer Tuduh Pemilu Myanmar Dicurangi, Pemerintahan Aung San Suu Kyi Terancam

Militer Myanmar menuduh pemilu diwarnai kecurangan dan tidak mengesampingkan kemungkinan kudeta terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi


Investigasi Reuters: Cerita Pembantaian 10 Muslim Rohingya

10 Februari 2018

Ke-10 pria Rohingya yang ditangkap sebelum dibantai warga Buddha dan tentara Myanmar di Inn Din, Rakhine, Myanmar, 2 September 2017. Di antara 10 pria Rohingya tersebut merupakan nelayan, penjaga toko, seorang guru agama Islam dan dua remaja pelajar sekolah menengah atas berusia belasan tahun. Laporan pembantaian ini ditulis oleh dua wartawan yang kini diadili pemerintah pimpinan Aung San Suu Kyi. REUTERS
Investigasi Reuters: Cerita Pembantaian 10 Muslim Rohingya

Dua orang disiksa hingga tewas, sedangkan sisanya, warga Rohingya, ditembak oleh tentara.


Militer Myanmar Temukan 17 Jasad Umat Hindu, ARSA Dituding Pelaku

27 September 2017

Seorang bocah Rohingya menangis di tengah antreatn saat berdesakan untuk mendapatkan bantuan di kamp pengungsian Cox's Bazar, Bangladesh, 25 September 2017. REUTERS/Cathal McNaughton
Militer Myanmar Temukan 17 Jasad Umat Hindu, ARSA Dituding Pelaku

Militer Myanmar?kembali menemukan 17 jasad umat Hindu?di sebuah kuburan massal di Rakhine dan ARSA dituding sebagai pelakunya.


Dewan Keamanan PBB Lusa Bahas Nasib Rohingya

26 September 2017

Suasana antrean pengungsi Rohingya untuk mendapatkan bantuan di kamp pengungsian Cox's Bazar, Bangladesh, 25 September 2017. REUTERS/Cathal McNaughton
Dewan Keamanan PBB Lusa Bahas Nasib Rohingya

Dewan Keamanan PBB akan bertemu lusa untuk membahas penindasan Rohingya di Myanmar.


Myanmar Sebut Milisi Rohingya Tindas Warga Hindu di Rakhine

26 September 2017

Seorang anak pengungsi muslim Rohingya digendong ibunya saat berdesak-desakan untuk mendapatkan bantuan makanan di kamp pengungsian Cox's Bazar, Bangladesh, 21 September 2017. REUTERS/Cathal McNaughton
Myanmar Sebut Milisi Rohingya Tindas Warga Hindu di Rakhine

Pasukan militer?Myanmar mulai membuka satu persatu?tudingan?kekejaman?oleh?milisi Rohingya atau ARSA.


Pengadilan Rakyat Mendakwa Mynmar Melakukan Genosida

25 September 2017

Sidang perdana tim pencari fakta PBB untuk Rohingya di Jenewa, 19 September 2017. Yuyun Wahyuningrum
Pengadilan Rakyat Mendakwa Mynmar Melakukan Genosida

Pengadailan Rakyat Internasional menyimpulkan Myanmar melakukan genosida terhadap minoritas muslim Rohingya.


Bangladesh Bebaskan 2 Jurnalis Myanmar yang Ditahan di Cox Bazar

23 September 2017

Petugas mendata pengungsi Rohingya sebelum membagikan paket bantuan dari Indonesia di kamp pengungsian Thaingkali, Ukhiya, Bangladesh, 21 September 2017.  Bantuan kemanusiaan dari Indonesia telah sampai di Bangladesh dalam 8 kali pengiriman dengan pesawat
Bangladesh Bebaskan 2 Jurnalis Myanmar yang Ditahan di Cox Bazar

Kedua jurnalis Myanmar ini berpengalaman bekerja untuk berbagai media internasional.


Warga Hindu Ikut Jadi Korban Kerusuhan di Rakhine Myanmar  

6 September 2017

Penduduk desa Hindu berteduh di sebuah kuil di Myoma Ward Myhum Town, Myanmar. Hindu Youth Relief Group
Warga Hindu Ikut Jadi Korban Kerusuhan di Rakhine Myanmar  

Sebagian warga Hindu mengungsi ke Banglades dan tinggal berdampingan dengan warga Muslim Rohingya.


Jet Tempur Myanmar Hilang Kontak Saat Latihan

5 September 2017

Pesawat Myanmar yang hilang. Facebook/Commander in Chief Office
Jet Tempur Myanmar Hilang Kontak Saat Latihan

Satu pesawat tempur militer Myanmar hilang saat melakukan pelatihan penerbangan di wilayah selatan Ayeyarwady.


Bentrok di Myanmar, Kemenlu: ASEAN Pegang Prinsip Non-Intervensi

27 Agustus 2017

Sejumlah warga negara Amerika Serikat mengikuti parade ASEAN di Silang Monas, 27 Agustus 2017. TEMPO/Maria Fransisca
Bentrok di Myanmar, Kemenlu: ASEAN Pegang Prinsip Non-Intervensi

ASEAN mendukung Myanmar dalam proses demokrasi, rekonsiliasi, dan pembangunan di negara tersebut dengan memegang prinsip non-intervensi.