TEMPO Interaktif, Yerusalem -Apapun proses perdamaian yang melibatkan klausul penarikan pasukan Israel dari teritori yang dicaplok di Yerusalem Timur atau Dataran Tinggi Golan harus memerlukan ratifikasi oleh sebuah referendum nasional di bawah legislasi yang disahkan oleh parlemen Israel Senin malam.
Tanah diserahkan kepada Palestina sebagai imbalan bagi masuknya sejumlah pemukiman Tepi Barat di dalam Israel ketika perbatasan yang diambil juga akan menjadi subyek pada sebuah referendum. Tapi Tepi Barat, yang dicaplok Israel selama 43 tahun tapi tak pernah dianeksasi, adalah tidak tercakup dalam legislasi yang disahkan Knesset dengan suara 65 setuju dan 33 menolak.
Rancangan Undang-Undang ini dipromosikan oleh partai sayap kanan, Likud, dan didukung oleh Perdana Menteri Benyamin Netanyahu bakal segera berlaku. Ia datang seiring pembicaraan damai antara Israel dan Palestina terhenti walaupun ada dorongan Amerika Serikat, termasuk bujukan signifikan yang ditawarkan kepada Israel, untuk mendapatkan dua sisi dalam meja perundingan.
Saeb Erekat, Kepala Negoisator Palestina, mengkritik UU referendum nasional baru itu. “Kepemimpinan Israel, sekali lagi, telah membuat sebuah olok-olok terhadap hukum internasional, yang bukan subyek dari opini publik rakyat Israel,” katanya hari ini.
“Di bawah hukum internasional sudah jelas dan persyaratan mutlak ke Israel untuk mundur tak hanya dari Yerusalem Timur dan Dataran Tinggi Golan, tapi dari semua teritorial yang telah dicaplok sejak 1967. Pengakhiran penguasaan tanah kami adalah tidak dan tidak dapat tergantung atas apapun jenis referenum,” tegas Erekat.
Guardian | AP | dwi a