TEMPO Interaktif, Rangoon -Dua partai yang didukung militer dipastikan akan memenangi pemilihan umum Burma yang berlangsung Ahad lalu. Pemilu ini merupakan yang pertama dalam 20 tahun terakhir. Tapi dunia mengutuk pemilu tersebut karena dinilai sarat kecurangan.
Kedua partai itu adalah Partai Pembangunan dan Solidaritas Bersatu (USDP) serta Partai Persatuan Nasional (NUP). USDP, yang sangat dekat dengan pemimpin junta militer, Jenderal Than Shwe, memperebutkan 1.163 kursi, hampir semua kursi, sedangkan rival utamanya, NUP, memperebutkan 999 kursi.
Seperti dilaporkan kemarin, jumlah yang diperebutkan kedua partai yang dikenal konservatif dan otoriter itu jauh dari jumlah kursi yang diperebutkan dua partai prodemokrasi. Partai Pasukan Demokrasi Nasional hanya memperebutkan 163 kursi, sedangkan Partai Demokrat kebangsaan Shan 157 kursi.
Besarnya jumlah kursi tersebut diperkirakan akan memberikan keleluasaan kepada USDP dan NUP untuk memenangkan pemilu sehingga pemerintahan pun kembali dikuasai militer. “Tidak ada keraguan, pemerintahan baru nanti akan dipegang militer yang berbaju sipil,” kata ahli studi Asia dan hubungan internasional Universitas Canberra, Christopher Roberts.
Partai prodemokrasi memang sulit untuk memenangi pemilu. Selain karena sejumlah aturan yang sengaja dibuat untuk menjegal mereka, hal itu karena pemilu dipenuhi kecurangan oleh partai militer. Pengamat independen Burma melaporkan adanya intimidasi dan suap. Mereka juga menemukan intervensi junta yang begitu luas, baik saat kampanye maupun pemungutan suara, khususnya di daerah pedesaan.
Di wilayah Karen, seorang kandidat USDP membayar kepala desa sebesar 200 ribu kyats atau Rp 1,8 juta. Di wilayah Rakhine, orang-orang tua diberi kacamata baca dan pasien rumah sakit diberi 50 ribu kyat oleh kandidat pemerintah. Beberapa desa lainnya juga dijanjikan jalan baru atau lampu jalan.
Kontrol militer terhadap pemilu memicu kemarahan kelompok pejuang etnis minoritas. Mereka, yang berjumlah 40 persen dari populasi, memperingatkan perang sipil bisa meletus jika militer berusaha melakukan sentralisasi konstitusi dan mencabut hak mereka.
Peringatan mereka ternyata bukan isapan jempol. Ahad sore, setelah pemungutan suara usai, terjadi bentrokan antara pejuang etnis Karen dan tentara pemerintah. Petugas Thailand mengatakan pertempuran utama terjadi di Kota Myawaddy, perbatasan antara Burma dan Thailand. Baku tembak dan lemparan mortir yang berlanjut hingga Senin sore mendesak ribuan pengungsi lari ke Thailand. Peristiwa ini mengakibatkan tiga tewas dan 10 orang terluka.
REUTERS | AP | GUARDIAN | BBC | SUNARIAH