Seorang juru bicara urusan luar negeri mengatakan Australia menyadari dan prihatin dengan tuduhan terhadap Detasemen 88. Satuan anti teror polisi itu dituduh melakukan pemukulan sekelompok separatis yang ditahan, mereka juga menyundut para tahanan dengan rokok.
"Pemerintah Australia sadar, dan prihatin, tuduhan-tuduhan brutal terhadap tahanan politik yang diangkat oleh Human Rights Watch dan Amnesty International," kata pejabat itu dalam sebuah pernyataan yang dilansir kantor berita AFP, Senin (13.9).
Pejabat kedutaan besar Australia dari Jakarta juga telah berkerja sama melakukan penyelidikan dengan Kepolisian Republik Indonesia, termasuk melakukan kunjungan ke Ambon. Tuduhan itu juga telah dibicarakan dengan pemerintah dan perwakilan masyarakat di sana.
Sydney Morning Herald mengatakan Detasemen 88 menerima jutaan dolar AS dalam pembiayaan setiap tahun dana dari Australia untuk memerangi ekstremisme di Indonesia.
Dalam laporan yang dimuat koran tersebut disebutkan, sebanyak 12 separatis ditahan bulan lalu di provinsi Maluku dan ditutup matanya kemudia mereka dipukuli di sekitar wajah dan tubuh dengan tongkat kayu.
Laporan itu merupakan hasil wawancara dengan tujuh anggota separatis yang baru pulih dari rumah sakit. Mereka menyatakan polisi menutup kepala mereka dengan kantong plastik hingga mereka tidak bisa bernapas.
Salah satu separatis mengatakan dia dipaksa makan cabai mentah dan dua orang lainnya mengatakan bahwa mereka diperintahkan untuk saling memeluk dan mencium. Ketika menolak mereka dipukuli.
"Kami semua disiksa di luar batas dan, selama penyiksaan, jika kami menyebut nama Tuhan kami akan dipukul," kata salah seorang tahanan.
Para anggota gerakan separatis ini ditahan setelah berencana mengadakan demonstrasi ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Maluku.
ASIAONE I SYDNEY MORNING HERALD I PGR