Di Australia kampanye keluarga korban untuk menuntut keadilan terus berlanjut dan sebuah masalah hukum di dunia pendidikan versus intelijen membuat kasus Balibo kembali tersorot.
Clinton Fernades, seorang pengajar di University of New South Wales mengajukan permohonan akses ke dokumen intelijen berisi "Laporan Situasi" harian pengambilalihan Timor Timur oleh Indonesia dari Portugal tahun 1975, yang dibuat milik Departemen Pertahanan Australia.
Dua perwira intelijen diperiksa oleh pengadilan secara tertutup untuk menanyakan mengapa data tersebut dirahasiakan, karena Kejaksaan negara bagian New South Wales mengeluarkan larangan bagi pengadilan memeriksa perwira intelejen dalam pengadilan terbuka untuk memutuskan masalah data itu.
Namun dalam pernyataan tertulis salah satu periwra yang diperiksa Stephen McFarlane Deputi Direktur Defence Intelligence Organisation mengatakan publikasi atas dokumen setebal 42 halaman yang diminta Fernandes akan mengganggu keamanan nasional karena menyingkap cara pengumpulan informasi intelijen.
McFarlane juga mengatakan hal itu akan merusak hubungan intelijen dengan Amerika Serikat.
Dalam laporan tahun 2007 yang diterbitkan Defence Signal Directorate dalam rangka penelidikan kematian lima wartaan Australia di balibo, Timor Timur tahun 1975 disebutkan bahwa DSD menyadap komunikasi pasukan angkatan darat Indonesia.
Fernandes yang juga mantan perwira intelijen angkatan darat Australia berpangkat mayor, memerlukan data itu untuk penelitiannya soal kriptografi atau ilmu sandi dengan menggunakan sampel komunikasi angkatan darat Indonesia yang disadap dinas intelijen Australia
Bila aplikasi kasus diterima pengadilan juga akan berlangsung tertutup dan para perwira intelijen akan ditanyai tanpa kehadiran Fernandes.
SYDNEY MORNING HERALD | RONALD