Tawaran dari Iran, yang mendukung kelompok militan Syiah Libanon Hizbullah, memicu kekhawatiran Barat bahwa Teheran meningkatkan pengaruhnya di dekat perbatasan utara Israel.
Israel telah mengeluh kepada Washington dan Paris tentang dana untuk tentara Libanon setelah pertempuran di kawasan perbatasan tersebut yang menewaskan dua tentara Libanon, seorang wartawan Libanon, dan seorang perwira senior Angkatan Bersenjata Israel (IDF). Bentrokan pekan lalu itu merupakan yang terburuk sejak perang 2006 antara Israel dengan gerilyawan Hizbullah.
Duta Besar Iran untuk Libanon bertemu dengan pemimpin tentara Libanon Jean Kahwaji pada Senin (9/8) waktu setempat, dan mengatakan Teheran siap bekerja sama dengan tentara Libanon di setiap daerah perbatasan itu.
Militer Iran akan membantu dalam menjalankan peran nasionalnya untuk membela Libanon. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad diharapkan mengunjungi Beirut bulan depan.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menuding Iran memiliki kepentingan yang berkelanjutan atas Libanon. "Kami berpikir bahwa aktivitas, baik langsung atau tidak langsung, oleh Iran sebenarnya kompromi kedaulatan Libanon," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Philip Crowley dalam jumpa pers.
"Berdasar laporan mengenai Iran, telah jelas alasan mengapa kita percaya adanya dukungan terus terhadap pemerintah Libanon dan militer Libanon, ini adalah kepentingan kami."
Dua anggota parlemen Amerika Serikat mengatakan mereka memegang dana senilai sekitar Rp 900 miliar yang telah disetujui untuk tentara Libanon tetapi belum dibelanjakan. Politisi senior Partai Republik, Eric Cantor, mengatakan pendanaan masa depan untuk Libanon juga harus dihentikan, sambil menunggu penyelidikan kasus bentrokan senjata itu.
Cantor menilai garis antara Hizbullah, militer Libanon dan pemerintah telah menjadi "kabur." Tentara Libanon dipandang telah bekerja sama dengan Hizbullah, yang diyakini telah mempersenjatai kembali sejak perang 2006 dengan Israel.
REUTERS l BASUKI RAHMAT