Usulan ini menimbulkan spekulasi bahwa Arroyo tengah menyusun rencana untuk kembali berkuasa, disaat dirinya harus berjuang keras menghindari tuntutan. Jika usulan ini sukses, maka sistem pemerintahan Filipina berubah dari sistem presidensil menjadi parlementer, dimana pemerintahan dipimpin seorang perdana menteri.
Namun manuver Arroyo tak membuat presiden baru Filipina, Benigno Aquino III, gentar. Melalui juru bicaranya, Aquino mengatakan Arroyo tak mempunyai dukungan di parlemen untuk menyukseskan rencana itu.
“Usulan mengubah konstitusi (resolusi) sejauh yang kami perhatikan bukan sebuah ancaman,” kata juru bicara Presiden Aquino, Edwin Lacierda kepada reporter. “Jika kami bisa meyakinkan anggota parlemen bahwa hal ini tidak benar atau waktunya tidak tepat untuk mengamandemen konstitusi, maka hal itu akan mati dengan sendirinya.”
Arroyo, sebagaimana diatur dalam konstitusional harus berhenti dari jabatannya setelah berkuasa hampir satu dekade. Tapi tampaknya ia enggan meninggalkan posisi terhormat itu dengan membuat manuver yang belum pernah dilakukan presiden sebelumnya. Arroyo, pada pemilihan umum 10 Mei lalu ikut bertarung dan memenangkan sebuah kursi di parlemen. Para pengkritik menuduh perempuan mungil itu berada di parlemen karena ingin menggunakan posisinya sebagai platform mengubah konstitusi dan menjadi perdana menteri.
STRAITS TIMES | SUNARIAH