Savage adalah bekas pelayan di Istana Buckingham, Inggris. Pegawai rumah tangga Istana itu bekerja melayani Ratu Elizabeth II sejak 1993 sampai 1998. Setelah itu, ia pindah ke Bangkok dan tinggal di Negeri Gajah Putih selama sembilan tahun. Ketika unjuk rasa berlangsung, jejak aktivitas Savage terekam di sebuah video.
Memakai bandana, Savage berseru kepada para pengunjuk rasa Kaus Merah. "Kita akan menjarah apa saja, emas, jam, apa pun, dan kita akan bakar sampai rata dengan tanah," tutur Savage. Gara-gara itulah pemerintah Thailand berencana memenjarakan warga Inggris asal Tonbrigde, Kent, tersebut dengan dakwaan melanggar keadaan darurat di Thailand.
Ancaman hukuman lebih berat datang dari Kepala Departemen Penyelidikan Khusus (DSI) Tharit Pengdit. "Siapa pun yang terlibat dalam aksi-aksi pembakaran terancam hukuman mati!" ujar Pengdit. Apalagi Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva telah mengatakan bahwa Savage merupakan anggota lawas Kaus Merah.
"Dia (Savage) terlibat gerakan (Kaus Merah) di Pattaya," tutur Perdana Menteri Abhisit. "Pemerintah akan menggelar penyelidikan mendalam mengenai keterlibatan dia dalam sejumlah aksi lainnya." Selain Savage, pemerintah Thailand menahan Conor Purcell asal Australia. Dakwaan yang dikenakan terhadap Purcell juga sama. Tapi Purcell membangkang.
"Tak seorang pun di negeri ini berhak mengadili saya," ujarnya. "Saya hanya patuh kepada hukum internasional." Purcell malah mengaku dipukuli selama ditahan. Purcell dituduh ikut mengompori massa Kaus Merah lewat pidatonya di panggung aksi Kaus Merah di persimpangan Jalan Ratchaprasong.
Adapun Pengadilan Kejahatan kemarin menyetujui permintaan polisi untuk memperpanjang masa penahanan tiga pemimpin Kaus Merah. Mereka adalah Veera Musigapong, Weng Tojirakarn, dan Korkaew Pikulthong. Ini ketiga kalinya dalam beberapa pekan. Ketiganya akan ditahan hingga 16 Juni mendatang.
Perdana Menteri Abhisit, sehari yang lalu, menyatakan bahwa pemerintah setuju menggelar penyelidikan independen atas aksi militer dalam membubarkan demonstran yang berdarah itu. Abhisit menunjuk bekas Jaksa Agung Kanit, 73 tahun, untuk membentuk lembaga pencari fakta independen.
Lembaga itulah yang kelak bertugas menyelidiki pelanggaran hak asasi yang terjadi selama aksi pembubaran unjuk rasa di Bangkok. "Saya beri Kanit kebebasan penuh buat menunjuk siapa pun dan memimpin penyelidikan," kata Abhisit. Kanit, Dekan Fakultas Hukum Universitas Dhurakij Pundit, adalah ilmuwan yang diidolakan pendukung Kaus Merah.
Kanit pernah bertugas menyelidiki kematian sekitar 2.500 orang saat Perdana Menteri Thaksin rajin memerangi narkoba.
THE NATION | BANGKOK POST | PA | ANDREE PRIYANTO