TEMPO Interaktif, Jenewa
Conference Room XX , Palais des Nations, 2 Juni, pukul 15.00 waktu Jenewa..
Sebuah sidang dua hari baru saja rampung digelar. Pertemuan ini boleh dikata istimewa karena baru pertama kali digelar dalam sejarah Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB).
Berjudul Urgent Debate—selanjutnya kita sebut Debat Urgen—sidang dua hari ini membahas “situasi darurat” serangan Israel pada 31 Mei 2010 terhadap Kapal Marvi Marmara. Bersama 5 kapal lain, Marvi Marmara mengusung misi kemanusiaan Freedom Flotilla untuk Gaza, Palestina. Sekitar 600 relawan serta berbagai bantuan makanan dan obat-obatan dibawa dalam konvoi enam kapal itu untuk warga sipil di Gaza.
Saat hiruk-pikuk tengah berlangsung di Israel dan Palestina—di Jenewa, situasi tak kalah sibuknya. Semuanya bermula pada 31 Mei 2010, pukul 15:00 setempat. Kelompok Organisasi Konferensi Islam (OKI) mendadak mengadakan pertemuan Tingkat Duta Besar.
Mereka sepakat mengutus Indonesia mewakili Kelompok OKI serta Mesir mewakili Kelompok Arab untuk meminta Biro Dewan HAM mengagendakan Debat Urgen dalam Sesi ke-14 Sidang (Reguler) Dewan HAM yang tengah berjalan sejak 31 Mei – 18 Juni 2010.
Terdiri dari Belgia (Presiden Dewan HAM) serta Indonesia, Mesir, Slovenia dan Chile (Wakil Presiden Dewan HAM)—Biro segera bergerak. Hasilnya?
Pagi hari, 1 Juni 2010, Biro bersetuju mengagendakan Debat Urgen. Indonesia dan Mesir memerlukan waktu tiga hari penuh mulai dari menggerakkan kehadiran anggota hingga penutupan Debat Urgen pada 2 Juni pukul 15.00 waktu setempat.
Memang ada preseden sebelumnya untuk membahas kasus dengan skala sebesar ini dalam format "Sidang Khusus" (Special Session). Tapi Dewan HAM tengah menjalankan Sidang Reguler ke-14 kala itu. Dan berdasarkan rules of prosedural PBB, Sidang Khusus tak bisa diadakan secara paralel dengan Sidang Reguler. Maka Biro Dewan HAM berbulat kata menerima Debat Urgen—yang semula tidak ada dalam agenda persidangan reguler.
Siapa pemimpin Debat Urgen pertama ini?
Kamapradipta Isnomo, Sekretaris Pertama Bidang Politik dari PTRI Jenewa menuturkan kepada Tempo: “Debat Urgen adalah isu bernilai urgensi tinggi, maka dipimpin langsung oleh Presiden Dewan HAM ( Duta Besar Belgia Alex Van Meeuwen, Red).”
Mengambil tempat di Conference XX, inilah ruang konferensi paling modern di Palais des Nations (gedung PBB Jenewa, Red) Seniman kontemporer Spanyol yang masyur, Miguel Barcelo, memberi sentuhan khusus pada ruangan ini. Daya tampung Conference Room XX adalah 606 tempat duduk anggota delegasi dan 94 kursi bagi pers serta perwakilan publik.
Menurut Kama—begitu Kamapradipta biasa disebut, Debat Urgen ini melahirkan sebuah resolusi dengan 9 poin. Disahkan oleh Dewan HAM pada 2 Juni, resolusi tersebut mengandung dua poin penting yang berhasil digol-kan delegasi Indonesia.
Yakni meminta Presiden Dewan HAM membentuk dan memilih (anggota) Misi Pencari Fakta Independen Internasional guna melakukan penyelidikan (terhadap insiden Marvi Marmara, Red), serta melaporkan hasilnya ke Dewan HAM pada September 2010. Dan, meminta Israel—sebagai Occupying Power— bekerja sama dengan Komite Palang Merah Internasional untuk memastikan status, kondisi, serta keberadaan para relawan yang ditahan Israel.”
Dian Triansyah Djani, Wakil Tetap RI untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya di Jenewa, memimpin langsung Delegasi Indonesia. Di hadapan seluruh peserta sidang, Triansyah menegaskan, Resolusi ini mendesak Israel mencabut blokade Jalur Gaza terhadap askes bantuan kemanusiaan dari masyarakat dan organisasi internasional; mengutuk keras tindakan ilegal Israel di perairan internasional ; menyayangkan jatuhnya korban; serta meminta Israel bertanggung jawab atas tindakannya.
Resolusi 2 Juni ini didukung 32 negara termasuk Indonesia. Yang abstain—kebanyakan anggota Uni Eropa dan Jepang—9 negara. Amerika, Belanda dan Italia menolak. Dan ada 3 negara (dari Afrika) yang tak memberikan suara.
“Delegasi negara Anda dipimpin seorang negosiator tangguh—dan amat berpengalaman dalam negosiasi tingkat tinggi semacam ini,” ujar sumber Tempo, seorang diplomat asing yang turut hadir dalam Debat Urgen, saat dikontak dari Jakarta pada Senin 7 Juni—melalui sambungan langsung internasional. “Oleh karena itu, hasil Indonesia tidak mengejutkan saya,” dia menambahkan sembari tertawa.
Menurut Kamapradipta, keanggotaaan Indonesia di Dewan HAM PBB akan berakhir pada 18 Juni 2010. Tapi dia menekankan, “Indonesia akan berupaya menjadi anggota Dewan HAM lagi pada tahun 2011.”
Hermien Y. Kleden