Menurut Ohmar, sejak bergabung dalam ASEAN pada Juli 1997, belum ada bantuan nyata dalam memperjuangkan demokrasi di negara yang dikuasai rezim militer tersebut. Satu penyebabnya, kata Khin, adalah kepimpinan ASEAN yang dipegang Vietnam, yang memiliki kepentingan bisnis di Burma. Seperti halnya Singapura.
"Kami berharap pada Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar," ujar Koordinator Burma Partnership itu. Terlebih Indonesia memiliki jejak rekam yang baik dalam menjadi penengah konflik internal suatu negara. Khin mencontohkan peran Pemerintahan Soeharto dalam Jakarta Informal Meeting I 1988 dan JIM II 1989 yang berujung pada berakhirnya perang saudara 20 tahun di Kamboja.
Setelah merdeka dari Inggris pada 1948 Burma sempat menikmati demokrasi. Namun pada 1962 Jenderal Ne Win mengkudeta pemerintah, dan rejim militer berkuasa sampai sekarang. "Ekonomi, sosial, kesehatan dan pendidikan yang tadinya mulai membaik, langsung terus memburuk sampai sekarang," kata Khin.
Dia mencontohkan kota asalnya, Rangoon, yang merupakan kota terbesar di Burma. "Warga hanya dapat menikmati listrik 6 jam sehari, itu pun tidak jelas waktunya," ujar perempuan 38 tahun ini.Padahal Burma kaya akan gas alam. "Namun sebagian besar diekspor ke Cina," kata Khin.
Sementara sebagian besar penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, dia melanjutkan, keluarga elit militer hidup berkecukupan. "Mereka memiliki Universitas Militer yang didukung listrik 24 jam, internet, dan mengirim pelajarnya ke Jepang dan Rusia," ujar Khin, yang kini berbasis di Mae Sot, Thailand.
REZA M