TEMPO Interaktif, Bangkok -Ibukota Thailand, Bangkok, berubah menjadi kawasan perang. Ribuan tentara yang mengepung 2.000 demonstran pendukung mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra terlibat bentrokan berdarah. Sampai pukul 23.00 Jumat malam telah tujuh orang tewas dan 101 terluka, termasuk tiga wartawan asing.
Tentara menembakkan peluru tajam, peluru karet, serta gas air mata. Para demonstran membalas dengan lemparan bom api dan membuat benteng pertahanan di Ratchaprasong, pusat perbelanjaan kenamaan Thailand, yang mereka ubah sebagai pusat konsentrasi demonstran. Mereka memagari Ratchaprasong dengan ribuan bambu.
Kekerasan meningkat setelah seorang perwira militer yang mendukung kubu oposisi, Jenderal Khattiya Sawasdipol, yang biasa disebut Seh Daeng (Panglima Merah), ditembak di bagian kepala. Ia kini masih dalam kondisi kritis.
Tim dokter telah mengeluarkan peluru dari otak Jenderal Khattiya. "Tapi kecil kemungkinan nyawanya dapat tertolong," kata Direktur Rumah Sakit Vajira, dokter Chaiwan Charoenchokethawee.
Penembakan Seh Daeng itu bersamaan waktunya dengan satu insiden ledakan. Seh Daeng ditembak saat sedang diwawancarai empat media asing.
Pihak berwenang di Bangkok memutuskan aliran air dan listrik ke kamp Kaus Merah sebagai bagian dari upaya terpadu pemerintah Thailand untuk merebut kembali pusat kota. Sejumlah kedutaan besar ditutup.
Militer juga mendirikan tempat-tempat pemeriksaan menuju ke daerah ini. Namun rombongan demonstran lain berdatangan dari belakang. Mereka pun terlibat bentrok dengan militer.
Penduduk sekitar melarikan diri ketika terdengar bunyi tembakan saat pasukan keamanan masuk untuk mengepung akses ke kamp demonstran.
Bangkok Post | BBC | YR