TEMPO Interaktif, Kiev, Ukraina - Pihak oposisi parlemen Ukraina menghujani pemimpin sidang, Volodymr Lytvyn, dengan telur ayam ketika perdebatan soal perpanjangan penempatan pangkalan militer Rusia di Ukraina berlangsung.
Video yang dikeluarkan oleh rferl.org memperlihatkan tak hanya satu atau dua telur yang dilempar, tetapi banyak. Sampai-sampai dua petugas keamanan sidang melindunginya dengan payung.
Tak hanya telur ayam yang dilempar, tapi juga granat asap. Granat asap meletup di dalam ruang sidang bahkan hingga dua kali. Granat asap pertama dilempar dari arah yang tak diketahui. Asapnya memenuhi hampir setengah ruang sidang. Beberapa saat kemudian granat asap kedua meletup, membuat asap di dalam ruangan semakin pekat. Anggota parlemen mencoba menahan asap, menutup hidung dengan saputangan.
Dalam keadaan ricuh - dengan pecahan telur terserak di mana-mana, asap pekat memenuhi ruangan, bahkan beberapa anggota parlemen masih beradu jotos - sidang tetap berlangsung. Voting penentuan ratifikasi tetap berjalan, terlihat dari layar elektronik yang menampilkan penghitungan suara.
Ribuan demonstran pendukung pemerintahan Ukraina sebelumnya, yang pro-Barat, berkumpul di luar gedung parlemen menentang ratifikasi kerjasama militer dengan Rusia. Mereka meneriakkan yel-yel penentangan seperti: "Kematian untuk pengkhianat" dan "Crimea milik kami", merujuk pada tempat di mana pangkalan militer Rusia ditempatkan.
Terlepas dari kericuhan yang ditimbulkan oposisi, perjanjian dengan Rusia soal perpanjangan waktu penempatan pangkalan militer Rusia di Ukraina diratifikasi dengan perolehan suara sebanyak 236 setuju dari total 450 anggota di Parlemen.
Perjanjian antareksekutif tentang kerjasama itu telah terjadi seminggu lalu. Presiden Ukraina, Viktor Yanukovych, dan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, telah bersepakat dan menandatangani perjanjian kerjasama.
Pemerintahan Ukraina sepakat memperpanjang penempatan pangkalan Militer Rusia, tepatnya di kawasan Crimea, untuk 25 tahun. Sebagai balas jasa, Ukraina mendapat suplai minyak yang murah dari Rusia.
Perdana Menteri Rusia, Vladimir Putin, dalam kunjungannya ke Kiev, ibukota Ukraina, Senin (26 April) tak menyangka akan ada penentangan kerjasama Ukraina-Rusia ini. "Sejujurnya, saya tak menyangka. Harga minyak yang Rusia tawarkan itu tak masuk akal murahnya. Rusia dibebankan biaya subsidi sebesar US$ 40-45 miliar dalam sepuluh tahun untuk itu (minyak yang dijual murah)," katanya.
BBC | NEWS.COM | ANANDA BADUDU