Presentasi keduanya, betul-betul full house di Ruang Konferensi Utama, International Conference Centre Geneve (ICCG). Ada sekitar 600 wartawan dari hampir 100 negara yang berkumpul di Jenewa sejak Kamis, 22 April, dan akan berakhir pada Minggu 25 April.
Hersh menuturkan, sepanjang kariernya sebagai wartawan investigasi, dia tidak pernah merekam wawancara—apalagi melalui telpon kantornya, di The New Yorker. “Saya tidak mengetik nama sumber dan informasi rahasia di komputer. Alhasil, saya punya 300 buku tulis yang penuh berisi catatan reporting,” ujarnya disambut gelak riuh para wartawan.
Setelah Peristiwa 9/11 di Amerika, Hersh tak lagi menyimpan nama sumber di telepon pribadi. “Karena setelah 9/11, pemerintah bisa mengakses setiap nomor telpon saya,” tutur Hersh. Dalam melakukan setiap laporan investigasi, dia menganjurkan, agar wartawan benar-benar melindungi dan menghargai setiap sumbernya. “Kita, semua wartawan, bertanggungjawab pada narasumber, bukan pemerintah,” Hersh menegaskan.
Dari Paris, hadirlah Claude Angeli, 79, wartawan sepuh yang “ditakuti” hampir semua pemimpin Prancis. Dia menyatakan: “Jurnalisme investigasi sangat bisa dikembangkan sebagai bisnis independen tanpa iklan. Kami hidup semata-mata dari pembaca,” kata Angeli.
Menjawab pertanyaan Tempo bagaimana mengendur berita investigasi yang laku dijual, dia mengatakan: “Gunakan keenam indra dengan sebaik-baiknya,” ujarnya. “Karena tulisan yang bagus akan menyedot pembaca dari segala penjuru,” Angeli menambahkan.
Angeli tampak sudah sangat tua, ke mana-mana dengan tongkat, dan seorang asisten yang membawakan tas cokelat yang sudah lusuh, beserta aneka dokumen—yang selalu dia baca pada setiap jeda waktu. Yang menarik, ke mana pun dia berjalan atau duduk selama Konferensi, para wartawan Eropa, terutama, menempel di sekelilingnya entah sekadar minta kartu nama, komentar. Benar-benar mirip selebritas.
Hermien Y. Kleden (Jenewa, Swiss)