Ahmad bin Qassim al-Ghamidi, dalam wawancara dengan sebuah harian di Arab Saudi pekan ini, menyarankan bahwa pria dan wanita bukan muhrim diperbolehkan bercampur. Hal itu langsung berhadapan dengan sebuah pusat tatanan yang selama ini berlaku.
Polisi keagamaan, di bawah kendali Komisi Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan, yang bertanggung jawab menegakkan penafsiran Islam yang ketat di Arab Saudi, melarang para pria dan wanita yang bukan muhrim bercampur.
"Bercampur (di antara dua jenis gender) adalah wajar dan di sana tak ada alasan yang baik buat melarangnya," kata Al-Ghamidi dalam wawancara.
Menurut seorang pejabat yang merahasiakan identitasnya karena tak boleh bicara kepada jurnalis, Al-Ghamidi diberhentikan segera setelah itu. Pernyataan oleh anggota senior polisi agama, yang juga seorang ulama top, tampak sebagai suatu yang mengejutkan atas pergeseran pandangan tentang pemisahan gender di jantung badan pendirian garis keras.
Para petugas polisi agama memang rajin memenjarakan pria dan wanita yang bukan muhrim yang duduk bareng di kedai-kedai, restoran, atau tempat publik lain. Para polisi juga berpatroli di tempat-tempat umum memastikan perempuan tertutup dan tidak dandan, toko-toko tutup lima kali sehari, dan para laki-laki bersembahyang di masjid.
Kepala yang baru, Abdul-Aziz bin Humain, sebelumnya dikenal sebagai reformis dan pernah menjanjikan nada baru setelah diangkat raja tahun lalu. Tetapi pemberhentian Al-Ghamidi menunjukkan ada batas sejauh mana dia bisa melangkah.
Raja Abdullah sebenarnya telah mendorong perubahan di kerajaan yang kaya minyak itu sejak menjadi putra mahkota pada 1982, dan telah mengintensifkan usaha pikiran itu dibuang setelah kematian saudara tirinya, Raja Fahd, pada 2005. Monarki Saudi itu tahun lalu melansir kebijakan mahasiswa diperbolehkan belajar bersama dengan mahasiswi di King Abdullah Science and Technology University, yang baru dibuka.
AP | dwi a