Sebelumnya militer mengatakan bakal menggunakan peluru tajam guna menghalau aksi massa dari kelompok Front Bersatu Menetang Kediktatoran yang bersimpati kepada bekas Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. "Kita tidak bisa lagi bersikap lunak terhadap tindak kekerasan," ujar Kolonel Sansern.
Namun, kata Sansern, sebelumnya militer terlebih dulu akan mengambil langkah alternatif seperti mengeluarkan nada bising dan alat pengacau sinyal, diikuti dengan selang air dan semprotan air. Bila mereka mencoba memasuki garis batas, kami akan mulai menggunakan gas air mata, dan bila mereka memasuki garis batas, kami harus memakai senjata," katanya.
Beberapa waktu lalu sejumlah pemimpin militer menyangkal bahwa pasukan menggunakan peluru tajam dalam upaya membubarkan para pengunjuk rasa pada 10 April lalu yang menewaskan 25 orang dan melukai lebih dari 800 lainnya. Namun belakangan militer mengakui bahwa pada saat itu peluru tajam digunakan untuk membela diri.
Wakil Menteri di Kantor Perdana Menteri Puttipong Punnakan mengatakan perekonomian Thailand menderita kerugian akibat aksi unjuk rasa berlarut-larut itu hingga mencapai 70-100 miliar bath (atau sekitar Rp 28 triliun). Sebagian besar, kata Puttipong, berasal dari sektor pariwisata dan penanaman modal langsung.
| THENATION | BANGKOKPOST | ANDREE PRIYANTO