TEMPO Interaktif, Bangkok – Dengan senapan serbu, pasukan bersenjata Thailand telah bergerak ke blok distrik bisnis utama Bangkok mengusiri ribuan demonstran anti-pemerintah. Pemerintah sudah menyatakan Silom Road, yang sering disebut Bangkok Wall Street, harus bersih dari pengunjuk rasa yang telah menduduki kawasan perbelanjaan utama itu selama berminggu-minggu.
Senin pagi tentara berpatroli di jalan, yang panjang dan lebar dengan kiri dan kanan gedung bank dan perkantoran. Mereka juga berpatroli di jalan yang dipenuhi bar, Patpong Road. Beberapa mengambil posisi di atas bangunan yang kemungkinan sebagai penembak jitu.
Pemimpin demosntran mengancam akan kembali unjuk rasa di di daerah itu, Selasa (20/4) dengan kekuatan lebih besar. Kekhawatiran akan terjadi bentrokan lebih dahsyat dari minggu lalu, yang menewaskan 25 orang.
Peringatan yang disampaikan jurubicara militer Kolonel Sansern Kaewkamnerd adalah pukulan lain untuk sektor pariwisata yang penting di Thailand, yang menyumbang enam persen dari ekonomi dan mengalami penurunan tajam sejak aksi protes mulai 12 Maret.
Sansern mengatakan pos-pos pemeriksaan militer sedang didirikan di titik masuk ke ibu kota dan di dalam kota untuk mencegah lebih banyak lagi pengunjuk rasa "Baju Merah" masuk kota. Setidaknya enam mal tetap ditutup.
"Daerah unjuk rasa tidak aman. Otoritas perlu mengontrolnya dengan mengirimkan petugas keamanan ke dalam bangunan tinggi di sekitarnya," kata Sansern dalam jumpa pers. Dia mengatakan tentara akan membantu "mencegah orang-orang yang punya niat jahat menyusup ke daerah itu."
Pemerintah menuduh "teroris" bersenjata dengan senapan dan senjata lain mendalangi kekerasan sebelumnya. Mereka mengatakan senjata yang dicuri dari militer yang belum dikembalikan.
Para pengunjuk rasa terdiri terutama dari warga pedesaan miskin pendukung mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra dan aktivis pro-demokrasi yang menentang kudeta militer yang menyingkirkannya pada tahun 2006.
AP| NUR HARYANTO