TEMPO Interaktif, Bangkok – Pengunjuk rasa "baju merah" menolak perundingan dengan pemerintah pada hari Minggu dan mengatakan mereka tidak akan menyerah melawan untuk menuntut pemilihan umum setelah bentrokan dengan pasukan keamanan membunuh 21 orang, dini hari.
Tragedi tewasnya puluhan pengunjuk rasa ini tak membuat resolusi dan justru prospek kekerasan lebih besar lagi. Sementara pasar saham, salah satu yang paling ramai di Asia, kemungkinan besar akan terpukul pada perdagangan Senin (12/4) ini. "Waktu untuk negosiasi habis. Kami tidak bernegosiasi dengan pembunuh," kata pemimpin “Baju Merah” Weng Tojirakarn.
Pengunjuk rasa sebagian besar berasal dari pedesaan dan kelas pekerja yang mendukung Thaksin Shinawatra, mantan perdana menteri yang digulingkan dalam kudeta tahun 2006. “Baju Merah” ingin membubarkan parlemen Abhisit Vejjajiva di negara yang telah mengalami 18 kudeta sejak 1932.
Kekerasan pada Sabtu lalu menjadi kekerasan politik terburuk di negara itu sejak tahun 1992. Kerusuhan terjadi di kawasan wisata terkenal itu berakhir setelah pasukan keamanan ditarik pada dini hari. Sementara demonstran masih ribuan orang bertahan. Mereka telah menduduki dua tempat utama ibu kota, yang berpenduduk 15 juta jiwa ini. Mereka tidak berusaha keluar dari basis mereka pada hari Minggu.
Sementara Thaksin, menulis di account Twitter-nya (http://twitter.com/Thaksinlive), menuduh pemerintah "membawa pasukan dari seluruh negara" untuk mengusir demonstran.
Wakil Perdana Menteri Suthep Thausuban bersumpah untuk kembali ke jalan-jalan, meskipun ia mengakui bahwa tentara tidak akan mampu mengendalikan segera setelah kerusakan yang diderita dalam bentrokan hari Sabtu. "Pemerintah akan melanjutkan operasi untuk mengambil alih jalan yang dikuasai pengunjuk rasa karena pekerjaan mereka yang melanggar hukum," kata Suthep, kepada wartawan pada hari Minggu.
REUTERS| NUR HARYANTO