TEMPO Interaktif, Bangkok – Pengunjuk rasa “Baju Merah” bersumpah tidak akan mundur. Meski ditekan pemerintah, para demonstran tetap tidak akan menghentikan perjuanganya.
Seorang pemimpin gerakan anti-pemerintah mengatakan, Sabtu (10/4) bahwa demonstrasi tidak akan mengambil cuti sampai minggu depan meski libur Tahun Baru Thailand, yang dikenal dengan sebutan Songkran. "Kami tidak akan berhenti memprotes. Kami akan tetap tinggal dan berjuang sampai DPR dibubarkan," kata pemimpin demonstran Nattawut Saikua. "Jika kita harus tinggal sampai Songkran, kita akan tetap bertahan."
Sementara Abhisit Vejjajiva menyatakan tidak akan tunduk kepada para pengunjuk rasa telah menuntut bahwa Perdana Menteri membubarkan parlemen Abhisit Vejjajiva dan mengadakan pemilu baru. "Ini belum berakhir. Saya yakin jika kita tetap setia pada kebenaran, kita akan menang hari ini," kata Abhisit di televisi nasional.
Meskipun beredar rumor, Sabtu ini, tentara akan dipanggil untuk membubarkan ribuan demonstran yang berkemah di Bangkok, Abhisit tidak memberikan indikasi ia akan membelok dari kepatuhan untuk tindakan tanpa kekerasan.
Ribuan demonstran bertepuk tangan, bergoyang dan bernyanyi bersama salah satu pemimpin mereka yang paling radikal. Arisman Pongruengrong, seorang penyanyi pop, salah satu dari dua lusin pemimpin “Baju Merah” yang menjadi target pemerintah untuk ditangkap.
Pada hari Rabu, pemerintah Abhisit itu mengumumkan keadaan darurat, yang memungkinkan untuk memberlakukan jam malam, melarang pertemuan publik, sensor media dan menahan tersangka tanpa biaya selama 30 hari. Salah satu langkah pertama adalah untuk menghentikan transmisi Channel TV yang dimiliki kelompok demostran dan memblokir situs-situs Web yang bersimpatik dengan pengunjuk rasa. Tindakan ini justru menarik kritik dari pendukung kebebasan berbicara.
Pemerintah bisa dilihat telah memalukan diri sendiri jika gagal untuk menegakkan hukum," kata Professor Siripan Nogsuan Sawasdee, seorang ilmuwan politik di Universitas Chulalongkorn Bangkok.
Menurut Professor Siripan, pemerintah perlu kerja sama militer tapi tentara enggan menggunakan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa. "Pihak militer tidak ingin menjadi alat pemerintah," katanya. "Mereka tidak melihat diri mereka sebagai pihak oposisi untuk para pengunjuk rasa."
AP| NUR HARYANTO