TEMPO Interaktif, Beijing - Cina melakukan eksekusi tiga penyelundup narkoba dari Jepang pada hari Jumat (9/4). Hukuman ini hanya selang beberapa hari setelah satu warga negara Jepang dieksekusi karena kesalahan serupa.
Eksekusi ini dtengarai bisa memicu keprihatinan di Tokyo dan meretakkan hubungan dua negara. Trio penyelundup narkoba itu dieksekusi di provinsi timur laut Liaoning, lapor kantor berita Xinhua, yang mengutip pengumuman dari Mahkamah Agung Cina. Kementerian luar negeri Jepang telah diberitahu oleh pihak Cina. Orang-orang yang diidentifikasi itu adalah: Teruo Takeda, Hironori Ukai dan Katsuo Mori.
Sebelumnya, pada Selasa (6/4), Cina mengeksekusi pria Jepang berusia 65 tahun, Mitsunobu Akano - warga Jepang pertama yang dihukum mati di negara itu sejak hubungan diplomatik dijalin kembali pada tahun 1972.
Menteri Kehakiman Jepang Keiko Chiba menyatakan keprihatinan setelah eksekusi bahwa hubungan antara Tokyo dan Beijing akan terpengaruh. "Saya khawatir dengan hubungan antara Jepang dan Cina ketika saya berpikir tentang perasaan yang tidak nyaman atau reaksi yang dirasakan oleh mayoritas rakyat Jepang," kata Chiba kepada wartawan. "Saya ingin Cina telah memikirkan hal ini lagi."
Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama telah menyebut kasus Akano "disesalkan," tetapi kedua pihak mengatakan sebelumnya minggu ini bahwa mereka berharap hubungan tidak akan terpengaruh.
Ukai, 48, ditangkap pada bulan September 2003 dengan rekannya dari Korea di bandara di kota pelabuhan Dalian setelah terbukti membawa sekitar 1,5 kilogram narkotika yang disembunyinakn di pakaiannya.
Dua bulan sebelumnya, polisi menangkap Mori, 67, di ibu kota Provinsi Shenyang saat ia mencoba untuk naik pesawat menuju Jepang dengan membawa 1,25 kilogram obat di tangannya.
Takeda, yang ditangkap pada bulan Juni 2004, dinyatakan bersalah atas tuduhan membeli lebih dari lima kilo methamphetamine tahun sebelumnya dan kemudian menjualnya. Laporan itu mengatakan, tiga warga negara Jepang telah "diperlakukan sesuai hukum selama penahanan mereka dan percobaan," dan menambahkan hak-hak mereka untuk mengajukan banding telah ditegakkan. Banding ke Mahkamah Agung Rakyat Cina telah dijawab.
Setelah pelaksanaan eksekusi Akano pada hari Selasa, Hatoyama mengatakan pemerintahnya akan "bekerja keras untuk memastikan bahwa hal ini tidak menyebabkan keretakan dalam hubungan Jepang-Cina" dan meminta orang-orang Jepang untuk tetap tenang.
Dari harian lokal Jepang, Tapi Chiba -yang menentang hukuman mati - telah menyatakan keprihatinan bahwa kasus ini "dapat memicu reaksi keras dari masyarakat Jepang."
Pekan lalu, hak asasi Amnesty International mendesak Beijing untuk mengatakan kepada publik berapa banyak orang mendapat hukuman mati setiap tahun. Angka itu kemungkinan besar dalam "ribuan" dan jumlah itu akan lebih banyak dibandingkan dengan hukuman yang sama yang digabungkan di seluruh dunia. Data tersebut tidak dirilis oleh Cina, di mana ia dianggap sebagai rahasia negara.
Pada bulan Desember, Cina mengeksekusi warga Inggris Hamilton Akmal Shaikh, seorang ayah tiga anak berusia 53 tahun - karena penyelundupan narkoba. Para pendukung di Inggris mengatakan dia sakit jiwa dan London berulang kali mendesak Beijing untuk memberikan grasi.
Cina telah perlahan-lahan telah mereformasi sistem hukuman mati. Pada awal 2007, Mahkamah Agung Rakyat mulai memeriksa setiap kasus hukuman mati dan tidak membiarkan pengadilan yang lebih rendah untuk mengeluarkan vonis mati - sebuah langkah yang Cina katakan elah menyebabkan eksekusi lebih sedikit.
Menurut Amnesty, ada 68 kejahatan di Cina yang dihukum mati, termasuk pelanggaran non-kekerasan seperti penipuan, penyuapan dan narkoba.
Asal tahu saja, menurut Amnesti, beberapa tahun terakhir, orang-orang di Cina telah dieksekusi mati, termasuk pengemplang pajak, pegawai pajak yang mencuri penerimaan PPN, pelaku perusak fasilitas listrik, penjualan obat palsu, penggelapan, menerima suap dan penyalahgunaan obat-obatan.
AP| NUR HARYANTO