TEMPO Interaktif, Bishkek - Presiden Kyrgyzstan Kumanbek Bakiyev mengumumkan dari tempat persembunyian bahwa dirinya tidak akan menyerah setelah kudeta berdarah membuat oposisi menguasai sebagian wilayah Kyrgyzstan, Kamis (8/4). Tak lama setelah pengumuman tersebut, rentetan tembakan terdengar di ibu kota Kyrgyzstan, Bishkek.
Reporter Associated Press mendengar bunyi rentetan tembakan yang berselang tiap beberapa menit dari arah yang berbeda di Bishkek. Lampu-lampu di mayoritas gedung termasuk hotel di sana dimatikan karena dikhawatirkan menjadi sasaran tembak.
Belum jelas apakah pasukan Kyrgyzstan yang dikuasai oposisi di Bishkek melepaskan tembakan kepada para pendukung Presiden Bakiyev atau hanya melepaskan tembakan peringatan untuk mengusir para penjarah di malam hari. Menurut Associated Press, kecil kemungkinan ada pendukung Bakiyev di Bishkek yang bersenjata.
Oposisi telah menguasai gedung-gedung penting pemerintahan di Bishkek dan mengendalikan pasukan keamanan. Mereka juga mengklaim telah mengontrol empat dari tujuh provinsi di Kyrgyzstan. Pemimpin oposisi Roza Otunbayeva mengatakan parlemen telah dibubarkan dan dia akan memimpin pemerintahan sementara yang akan bekerja selama enam bulan sampai pemilihan umum digelar. Otunbayeva juga mendesak Bakiyev mundur.
Bakiyev, yang melarikan diri ke daerah selatan, mengatakan kepada sebuah stasiun radio Rusia, “Saya tidak mau mengaku kalah.” Namun, ia juga mengaku, “Meski saya adalah presiden, saya tidak punya kekuasaan.”
Pecahan negara Uni Soviet ini diwarnai kerusuhan pada Rabu setelah para pengunjuk rasa melampiaskan kemarahan mereka terkait korupsi dengan merangsek ke gedung-gedung pemerintahan di Bishkek. Polisi Antihuruhara menembak ke arah pengunjuk rasa.
Akibatnya, sekitar 74 orang tewas dan 400 lainnya dirawat di rumah sakit. Setelah beberapa jam bentrok, oposisi berhasil menguasai gedung-gedung vital di Bishkek dan kota lain.
AP| KODRAT SETIAWAN