Konferensi itu dibayang-bayangi gejolak politik di Thailand dan kritikan terhadap rencana pelaksanaan pemilihan umum di Burma. Karena itu pengamat politik dari Universitas Canberra Christopher Roberts tak terlalu yakin bakal terwujudnya visi "masyarakat perekonomian" itu di Asia Tenggara selama masing-masing negara masih mengalami gejolak politik di dalam negeri negara ASEAN.
"Saya tak lihat ada potensi visi masyarakat ASEAN itu bakal terwujud dalam 2015," katanya. Di lain sisi, kata dia, masih ada jurang pemisah di antara negara-negara anggota ASEAN. Ia menyebut Laos yang paling miskin di antara negara-negara di ASEAN hingga Singapura yang mempunyai pola pemerintahan ala Barat. "Brunei yang murni kerajaan dan Indonesia yang sedang tumbuh demokrasinya," ujar Roberts.
Belum lagi, kata dia, sikap ASEAN terhadap Burma yang tengah menghadapi sanksi Amerika Serikat dan Uni Eropa. "ASEAN terbelah dalam merespons Burma," tuturnya. Maklum saja sejumlah negara ASEAN ada yang bersikukuh memegang prinsip untuk tak turut campur dalam urusan dapur negara lainnya. "Tak akan ada yang berubah," tutur Roberts.
Adapun Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Marty Natalegawa menegaskan sikap pemerintah Indonesia yang menginginkan pemilu digelar secara bebas dan demokratis. "Hemat kami ini adalah pemilu yang amat sangat penting," ujar Menteri Marty. Karena itu, kata Marty, Burma sebaiknya berpegang pada komitmen untuk menyelenggarakan pemilu yang terbuka, bebas, demokratis, dan dapat dipercaya.
| CNA | ANDREE PRIYANTO