TEMPO Interaktif, Manila -Usia tua ternyata tidak menjadi penghalang bagi Imelda Marcos. Terbukti pada Jumat pekan lalu, dengan penuh semangat ia berkampanye mencari pendukung untuk menjadi anggota kongres.
Tak lupa ia meminta izin kepada mendiang suaminya, bekas presiden Filipina Ferdinand Marcos, yang terbaring beku di peti mayat berkaca di Filipina utara. Imelda, yang mengenakan tunik oranye cerah dengan rambut digulung ke belakang, serta memakai sepatu kulit elegan, mencium jenazah suaminya dari balik kaca peti.
"Ini adalah salah satu ketidakadilan yang paling besar," katanya menunjuk jenazah suaminya. Perempuan 80 tahun itu mengatakan, jika ia menang nanti, ia akan menuntaskan impian utamanya, yakni memakamkan jenazah suaminya di makam pahlawan di Manila.
Jenazah Marcos terpaksa dijadikan mumi dalam peti kaca, setelah pemerintah penggantinya menolak Marcos dimakamkan di Filipina. Marcos meninggal di pengasingannya di Amerika Serikat pada 1989, tiga tahun setelah terjadi Revolusi People Power, yang dipimpin Corazon Aquino.
Marcos mengungsi ke luar negeri setelah digulingkan dan menyandang sejumlah tuduhan, di antaranya korupsi, diktator, dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia selama 20 tahun berkuasa. Adapun Imelda saat itu meninggalkan perhiasan yang bukan main banyaknya dan 1.220 pasang sepatu.
Tapi, pada 1991, Imelda dan ketiga anaknya diizinkan kembali ke Filipina.
Kendati dikenal senang kemewahan, sangat boros, senang menghambur-hamburkan duit dengan berbelanja ke butik-butik terkenal dunia pada saat negaranya dibelit kemiskinan, Imelda nyatanya mampu memelihara pendukungnya. Pada 1995 ia berhasil memperoleh kursi kongres. Namun ia harus mengakui kekalahannya saat kandas dalam pemilu presiden pada 1992 dan 1998.
"Cita-cita saya melayani tanpa akhir dan mencintai tanpa akhir," kata Imelda saat jumpa pers dengan wartawan di sebuah diskotek hotel sebelum berkampanye.
Untuk mencapai cita-citanya, Imelda, yang dirundung diabetes dan glaukoma, tak peduli dengan umurnya yang sudah lanjut.
"Saya benar 80 tahun, tapi saya dapat lari serta menjadi nenek yang bisa mencintai dan merangkul rakyat lebih dari yang bisa dilakukan seorang ibu," ujarnya. Ucapan ini disambut tepuk tangan meriah oleh teman-temannya.
AP | SUNARIAH