TEMPO Interaktif, Dakar - Setidaknya 321 warga sipil tewas yang tidak dilaporkan sebelumnya, dalam pembantaian di Kongo pada akhir tahun 2009. Sementara penduduk desa yang lolos dari penculikan pemberontak dikirim kembali ke desanya dengan bibir dan telinga yang dipotong sebagai peringatan kepada orang lain bahwa hal yang sama akan menimpa mereka jika mencoba bicara.
Penyelidikan kelompok hak asasi manusia yang berbasis di New York, Human Rights Watch menyatakan dalam laporannya yang dirilis hari Sabtu (27/3) bahwa sedikitnya 250 orang lainnya diculik oleh Tentara Lord's Resistance selama serangan pemberontak di wilayah timur laut Makombo Kongo, termasuk tidak kurang dari 80 anak-anak.
Baca Juga:
Peneliti senior Human Rights Watch Anneke Van Woudenberg menyebut pembantaian Afrika itu "salah satu yang terburuk yang pernah dilakukan oleh LRA dalam 23-tahun berdarah sejarah."
Namun pembunuhan, yang terjadi dari 14-17 Desember setidaknya di 10 desa, telah dilaporkan selama berbulan-bulan.
Mayoritas mereka yang tewas adalah laki-laki yang diikat, beberapa terikat pada pohon-pohon, sebelum dihajar hingga tewas dengan dengan parang kapak. Sementara perempuan, kata laporan itu dibakar sampai mati.
Para pemberontak juga menculik anak-anak dan perempuan, yang dipaksa berbaris ke sebuah kota sejauh 60 mil (96 kilometer). Mereka yang berjalan terlalu lambat dihukum mati. Penduduk desa mengatakan mereka menemukan mayat-mayat di sepanjang jalan setapak dari Makombo ke kota Tapili di utara Kongo.
Lord's Resistance Army dianggap sebagai salah satu dari pasukan pemberontak Afrika yang paling brutal dan para pemimpinnya merupakan buruan Pengadilan Pidana Internasional. Awalnya kelompok ini berbasis di Uganda, lalu bergerak ke daerah utara Kongo hingga perbatasan Republik Afrika Tengah. Pembantaian tahun 2009 merupakan pola kekejaman terbaru mereka.
Tepat setahun lalu, setelah pemerintah daerah menyerang sebuah markas LRA, para pemberontak membalas dengan membunuh sedikitnya 865 warga sipil selama musim liburan Natal 2008, menurut Human Rights Watch.
Serangan tiga bulan lalu itu sangat mengerikan. Anak-anak diculik oleh para pemberontak, dipaksa mengeksekusi anak-anak lain yang telah melanggar aturan pemberontak. Dalam beberapa contoh didokumentasikan oleh kelompok hak-hak asasi manusia, anak-anak diperintahkan untuk membentuk sebuah lingkaran di sekeliling korban dan mereka bergiliran memukul anak itu di atas kepalanya dengan benda berat sampai meninggal.
Orang dewasa dimutilasi dan dikirim kembali ke desa mereka sebagai peringatan visual kepada mereka yang mungkin dianggap menyiagakan pihak berwenang.
Dalam satu contoh para pemberontak memotong bibir dan telinga dari enam korban yang dikirim kembali "dengan peringatan yang mengerikan kepada orang lain bahwa siapa pun yang mendengar atau berbicara tentang LRA juga akan dihukum," kata laporan itu.
AP | HAYATI MAULANA NUR